Landasan 2. Rukun Iman: 1. Iman kepada
Allah
Rukun Iman ada 6:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada para malaikat-Nya
3. Iman kepada kitab-kitab-Nya
4. Iman kepada para rasul-Nya
5. Iman kepada Hari Akhir
6. Iman kepada takdir yang baik dan yang buruk
Dalil keenam rukun iman ini adalah firman Allah ta'ala
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan
barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya
kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi ... [Al-Baqarah:
177]
Sedangkan dalil takdir adalah firman Allah ta'ala:
"Sesungguhnya segala sesuatu telah kami ciptakan sesuai
dengan takdir" (Al-Qomar: 49)
Syarah dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Iman kepada Alloh itu mencakup empat hal:
I. IMAN KEPADA KEWUJUDAN (ADANYA)
ALLAH TA'ALA
Kewujudan Alloh ta'ala ini telah dibuktikan oleh fithroh,
akal, syara' dan indera.
Petunjuk fithroh menyatakan kewujudan Allah. Karena
segala makhluk telah diciptakan untuk beriman kepada
penciptanya tanpa harus diajari sebelumnya. Tidak ada
makhluk yang berpaling dari fithroh ini, kecuali hatinya termasuki oleh sesuatu yang dapat memalingkannya dari
firhroh itu. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi
wassalam:
“Tiada yang terlahir melainkan ia dilahirkan di atas
(dalam keadaan) fithroh. Maka kedua orang tuanya yang
akan menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani atau
Majusi" (HR. Bukhari dalam Kitabul Janaiz, HR.Muslim
dalam Kitabul Qadr)
Petunjuk akal menyatakan kewujudan Alloh, karena
seluruh makhluk yang ada ini, termasuk yang sudah
berlalu maupun yang akan datang kemudian, sudah tentu
ada pencipta yang menciptakannya. Tidak mungkin
makhluk itu mengadakan dirinya sendiri atau ada begitu
saja dengan sendirinya (tanpa ada yang menciptakannya).
Tidak mungkin makhluk itu tercipta oreh dirinya sendiri,
karena sesuatu itu tidak dapat menciptakan dirinya
sendiri. Sebab, sebelum ia ada, ia tiada. Maka bagaimana
mungkin ia bisa menjadi pencipta?
Ia juga tidak mungkin ada secara kebetulan, karena
segala sesuatu yang terjadi itu sudah pasti ada yang
menjadikannya. Dan lagi, wujudnya yang mengikuti
keteraturan yang indah ini, mengikuti keserasian yang
padu serta adanya hubungan erat yang tak bisa
dipisahkan antara sebab dan musababnya, dan juga antara
makhluk satu dengan lainnya; semuanya menolak penuh
jika kewujudan sesuatu itu secara kebetulan. Sebab,
sesuatu yang ada secara kebetulan berarti tidak mengikuti keteraturan pada asal kewujudannya; lalu bagaimana
mungkin ia kemudian bisa menjadi teratur dalam
perkembangan berikutnya?
Jika seluruh makhluk yang ada ini tidak mungkin ada
dengan sendirinya (menciptakan dirinya sendiri) dan juga
tidak mungkin ada secara kebetulan begitu saja, maka
dapatlah dipastikan bahwa ada yang menciptakannya
atau mengadakannya; yaitu Alloh Robb semesta alam!
Allah ta'ala sendiri telah menyebutkan dalil 'aqli dan
alasan yang qath'i ini dalam surat Ath-Thuur. Disitu
Allah berfirman [artinya]
“Apakah mereka menicpta tanpa sesuatupun, ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)” (AthThuur:35)
Maksudnya, mereka itu tidaklah tercipta tanpa pencipta,
dan merekapun tidak pula mencipta diri sendiri. Dengan
demikian, dapat dipastikan bahwa pencipta mereka
adalah Alloh tabaraka wa ta'ala. Lantaran itu, tatkala
Jubair bin Muth'im radhiallahu'anhu mendengar
Rosululloh shallallahu 'alaihi wassalam sedang membaca
surat Ath-Thuur hingga sampai pada ayat (yang artinya):
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?
Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu?;
sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka
katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan
Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?” (Ath-Thuur:
35-37)
(Dimana ketika itu Jubair masih musyrik), maka ia
berkata, "Hampir-hampir saja hatiku hendak terbang.
Ketika itulah mula pertama keimanan bersemayam di
dalam hatiku." Diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara
terpisah-pisah. (HR.Bukhari dalam Kitabu Al-Tafsir)
Ada baiknya jika kita mengambil satu contoh untuk lebih
memperjelas hal itu. Jika seseorang menceritakan
kepadamu tentang sebuah istana yang megah, dikelilingi
oleh berbagai taman, ada sungai-sungai yang mengalir
diantara bangunan-bangunan istana itu, dipenuhi
berbagai permadani, dipercantik dengan berbagai jenis
perhiasan pada bangunan-bangunan inti maupun
penyempurnaanya, lalu ia berkata kepada Anda,
"Sesungguhnya istana ini dengan berbagai
kesempurnaanya yang ada tercipta oleh dirinya sendiri,
atau tercipta seperti ini secara kebetulan tanpa ada yang
mencipta"; maka Anda tentu langsung membantah hal itu
serta mendustakan-Nya, dan Anda pasti akan
mengkategorikan perkataannya itu sebagai perkataan
tolol. Dengan demikian, apa mungkin jika alam yang luas
dengan bumi dan langitnya, dengan orbitnya, dan dengan
tatanannya yang indah dan luar biasa ini, semua mencipta
dirinya sendiri, atau tercipta secara kebetulan tanpa ada
yang mencipta?!
Petunjuk syar'i juga menyatakan kewujudan Alloh, sebab
kitab-kitab samawi seluruhnya menyatakan demikian.
Apa saja yang dibawa oleh kitab-kitab samawi itu,
berupa hukum-hukum yang menjamin kemaslahatan
makhluk merupakan bukti bahwa hal itu datang dari Robb yang Bijaksana dan Maha Tahu akan kemaslahatan
makhluk-Nya. Berita-berita yang berkenaan dengan alam
yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut, serta telah
disaksikan oleh kenyataan tentang kebenarannya,
merupakan bukti bahwa kitab-kitab itu berasal dari Robb
yang Maha Kuasa untuk mewujudkan (mencipta) apa
yang diberitakan itu.
Dan petunjuk indera mengenai kewujudan Alloh dapat
dilihat dari dua hal :
Pertama:
Kita semua mendengar dan menyaksikan dikabulkannya
permohonan orang-orang yang berdoa dan ditolongnya
orang-orang yang kesusahan, yang semuanya ini
menunjukkan secara qoth'i akan adanya Allah Ta'ala.
Alloh Ta'ala berfirman [artinya]:
“Ingatlah akan kisah Nuuh sebelum itu ketika ia berdoa,
lalu Kami kabulkan doanya” (Al-Anbiyaa': 76)
“Ingatlah ketika kamu memohon pertolongan kepada
Robbmu, lalu Diapun mengabulkan permohonanmu" (AlAnfaal:
9)
Dalam Shohih Al-Bukhari disebutkan hadits dari Anas
bin Malik:
Bahwa seorang Arab pedalaman masuk (ke dalam
masjid) pada hari Jumat, sementara Nabi sedang
berkhutbah. Orang itu lantas berkata, "Ya Rosululloh,
harta kami musnah dan keluarga kami kelaparan. Maka berdoalah kepada Alloh buat kami!" Akhirnya beliau
mengangkat kedua tangan dan berdoa . Tak lama
kemudian, awan sebesar gunungpun tiba; sementara
beliau masih berada di atas mimbar, sehingga aku lihat
air hujan bercucuran pada jenggot beliau. Pada Jumat
kedua (berikutnya), si Arab pedalaman itu, atau lainnya,
berdiri lantas berkata, "Ya Rosululloh, bangunan rumah
kami roboh dan harta kami tenggelam. Maka berdoalah
kepada Alloh untuk kami!" Akhirnya beliau pun
mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: “Ya Alloh,
turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau
turunkan sebagai bencana bagi kami"(HR. Bukhari dalam
Kitabul Jum'ah, HR. Muslim dalam Kitabul Istisqa)
Akhimya, tidaklah beliau menunjuk pada suatu arah
(tempat) melainkan menjadi terang (tanpa hujan).
Terkabulnya permohonan orang-orang yang berdoa
hingga hari ini masih dapat disaksikan dengan nyata,
tentunya bagi orang yang benar-benar bersandar kepada
Alloh Ta'ala serta memenuhi syarat-syarat dikabulkannya
sebuah doa'.
Kedua:
Ayat-ayat (tanda-tanda) para nabi yang dinamakan
mukjizat yang disaksikan oleh manusia lain, atau yang
mereka dengar merupakan bukti yang qoth'i akan adanya
Dzat yang mengutus mereka, yaitu Alloh Ta'ala. Sebab,
kemukjizatan-kemukjizatan itu di luar jangkauan
manusia pada umumnya, yang memang sengaja
diberlakukan oleh Alloh Ta'ala untuk mengokohkan dan
memenangkan para rosul-Nya.
Contoh pertama, mukjizat Musa ketika Alloh
memerintahkannya untuk memukul laut dengan
tongkatnya. Musa pun memukulnya dan akhirnya laut itu
terbelah menjadi dua belas jalan yang kering, sementara
air laut berada di antara jalan-jalan itu laksana gunung.
Alloh Ta'ala berfirman:
“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu
dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiaptiap
belahan adalah seperti gunung yang besar " (AsySyu'ara:
63)
Contoh kedua, mukiizat 'Isa berupa dapat menghidupkan
kembali orang-otang yang sudah mati dan mengeluarkan
mereka dari kubur dengan izin Alloh. Alloh Ta'ala
berfirman [artinya]:
“ ..dan aku ('Isa) dapat menghidupkan orang mati dengan
izin Allah...” (Ali 'Imraan: 49)
“...dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang
mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku..”(AlMaidah:
110)
Contoh ketiga, ketika kaum Quroisy meminta mukjizat
dari Nabi Muhammad, maka beliau menunjuk bulan, lalu
bulan itu terbelah menjadi dua, dan orang-orang pun
menyaksikannya. Mengenai hal ini, Alloh Ta'ala
berfirman :
"Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan.
Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini
adalah) sihir yang terus menerus" (Al-Qomar: 1-2)
Berbagai mukjizat yang dapat diindera yang sengaja
dibuat oleh Alloh Ta'ala untuk mengokohkan dan
menolong para rosul-Nya ini menunjukkan secara qoth'i
akan adanya Alloh Ta'ala".
II. IMAN KEPADA RUBUBIYAH-NYA
Artinya, bahwa Dia adalah satu-satunya Robb yang tak
mempunyai sekutu maupun penolong. Robb adalah Dzat
yang berwenang mencipta, memiliki dan memerintah.
Tiada pencipta selain Alloh, tiada yang memiliki kecuali
Alloh serta tiada yang berhak memerintah kecuali Alloh.
Alloh Ta'ala berfirman [artinya]:
"... ingatlah, mencipta dan memerintah hanyalah
wewenang Allah..."(Al-A'raaf: 54)
"...yang demikian itulah Rabb kalian. Hanya milikNyalah
segala kerajaan. Sedangkan orang-orang yang
kamu seru (sembah) selain Alloh itu tiada meniliki apaapa
walau hanya setipis kulit ari pun" (Faathir: 13)
Tidak ada ceritanya bahwa ada diantara makhluk ini yang
mengingkari rububiyah Alloh Ta'ala, kecuali karena ia
sombong namun sebenarnya ia tidak yakin dengan apa
yang diucapkannya, ini seperti pernah terjadi pada diri Fir'aun ketika berkata kepada kaumnya sebagaimana
disebutkan oleh Al-Quran:
“...akulah tuhan kalian yang maha tinggi!" (An-Nazi'at:
24)
“Hai para pembesar kaumku, aka tidak tahu akan adanya
tuhan lain bagimu selain aku ... "(Al-Qoshosh: 38)
Namun sebenarnya yang dia katakan itu bukan berasal
dari keyakinan. Alloh Ta'ala, berfirman [artinya]:
“Mereka mengingkarinya lantaran kedzaliman dan
kesombongan (mereka) padahal sebenarnya di hati
mereka meyakini (kebenaran)nya..”(An-Naml: 14)
Musa pernah berkata kepada Fir'aun sebagamana yang
dikisahkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an [artinya]:
“Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu telah
mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizatmukjizat
itu kecuali Tuhan Yang memelihara langit dan
bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya
aku mengira kamu, hai Fir'aun, seorang yang akan
binasa” (Al-Israa: 102)
Karena itu, kaum musyrikin itu mengakui rububiyah
Alloh Ta'ala, namun mereka menyekutukan-Nya dalam
hal uluhiyah-Nya. Alloh Ta'ala, berfirman [artinya]:
“Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua
yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka
apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy
yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak
bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya
berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia
melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari
(azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau
demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?" (AlMukminuun:
84-89)
Alloh Ta'ala juga berfirman [artinya]:
"Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka:
"Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya
mereka akan menjawab: "Semuanya diciptakan oleh
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui" (AzZukhruf:
9)
Allah Ta'ala juga berfirman [artinya]:
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:
"Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka
menjawab: "Allah", maka bagaimanakah mereka dapat
dipalingkan (dari menyembah Allah )?" (Az-Zukhruf: 87)
"Perintah" Robb di sini meiiputi segala perintah yang
bersifat kauni (alam) dan syar'i. Dia adalah pengatur alam
semesta ini, yang mengatur segala apa yang ada di
dalamnya dengan kehendak-Nya sendiri sejalan dengan
hikmah-Nya; maka demikian juga, Dia adalah hakim
yang mensyariatkan peribadahan-peribadahan dan
hukum-hukum muamalat sejalan dengan hikmah-Nya pula. Siapa saja yang menjadikan pensyariat lain dalam
masalah-masalah ibadah atau menjadikan hakim lain
dalam hal muamalah di samping Alloh, maka ia berarti
telah menyekutukan-Nya, dan dengan demikian ia berarti
belum merealisasikan keimanan.
III. IMAN KEPADA ULUHIYAH-NYA
Artinya bahwa Dia adalah satu-satunya ilah yang haq,
tiada sekutu bagi-Nya. Kata ilah disini bermakna ma'luh,
yang berarti ma'buud (yang disembah atau diibadahi) atas
landasan kecintaan dan pengagungan. Allah ta'ala
berfirman [artinya]:
“'Ilah kamu adalah ilah yang satu; tiada ilah selain Dia.
Dia Maha Pemurah lagi Penyayang” (Al-Baqarah: 163)
Allah ta'ala juga berfirman [artinya]:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak
ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Ali 'Imraan: 18)
Segala yang dijadikan sebagai ilah disamping Allah,
yang disembah selain Allah, maka uluhiyah sembahan itu
adalah bathil.
Allah berfirman [artinya]:
“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah,
Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja
yang mereka seru selain dari Allah, itulah yang batil, dan
sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi
Maha Besar” (Al-Hajj: 62)
Ilah-ilah selain Allah itu tidak mempunyai hak uluhiyah.
Mengenai Latta, 'Uzza dan Manaat, Allah ta'ala
berfirman [artinya]:
“Ilah-ilah itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu
dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak
menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah)
nya” (An-Najm: 23)
Allah ta'ala berfirman tentang Nabi Huud bahwa ia
pernah berkata kepada kaumnya [artinya]:
“Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku
tentang nama-nama ilah yang kamu beserta nenek
moyangmu menamakannya, padahal Allah sekali-kali
tidak menurunkan hujjah untuk itu?” (Al-A'raaf: 71)
Alloh Ta'a1a, juga berfirman bahwa Nabi Yusuf pernah
berkata kepada penghuni penjara:
“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhantuhan
yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang
Maha Esa lagi Maha Perkasa? Kamu tidak menyembah
yang selain Allah kecuali hanya (menyembah) namanama
yang kamu dan nenek moyangmu membuatbuatnya.
Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun
tentang nama-nama sesembahan itu” (Yuusuf: 39-40)
Oleh karena itu, seluruh rosul 'alaihimussalam selalu
berkata kepada kaum mereka, "Ibadahilah Alloh; tiada
ilah selain-Nya bagi kalian”
Namun ternyata orang-orang musyrik itu enggan, dan
mereka tetap saja mengambil ilah-ilah lain selain Alloh
yang mereka sembah di samping Alloh serta dimintai
pertolongan dan perlindungan.
Alloh Ta'ala telah membatilkan (menggugurkan)
tindakan kaum musyrikin mengambil ilah-ilah ini dengan
dua keterangan (hujah) 'aqli:
Pertama:
Ilah-ilah yang disembah oleh kaum musyrikin ini sama
sekali tidak memiliki karakteristik uluhiyah sedikit pun.
Ilah-ilah itu sekedar makhluk yang tidak akan dapat
mencipta, tidak dapat mendatangkan kemanfaatan bagi
penyembahnya, tidak dapat menolak kemadhorotan, dan
mereka tidak kuasa untuk menghidupkan atau mematikan
mereka serta tidak memiliki apa pun tentang apa yang
ada di langit dan juga tidak mempunyai saham sedikit
pun.
Alloh Ta'ala berfirman [artinya]:
"Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain
daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu
tidak menciptakan apapun, bahkan mereka sendiri
diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu
kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk
mengambil) suatu kemanfaatanpun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula)
membangkitkan" (Al-Furqaan:3)
Allah ta'ala juga berfirman [artinya]:
"Katakanlah: " Serulah mereka yang kamu anggap
(sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki
(kekuasaan) seberat zarrahpun di langit dan di bumi, dan
mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam
(penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di
antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan
tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi
orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu"
(Saba': 22-23)
Allah juga berfirman [artinya]
“Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan)
berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun?
Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang. Dan
berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan
kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya
sendiripun berhala-berhala itu tidak dapat memberi
pertolongan” (Al-A'raaf: 191-192)
Jika seperti ini keadaan ilah-ilah itu, maka
menjadikannya sebagai ilah (sembahan) merupakan
tindakan yang paling tolol dan paling batil.
Kedua:
Sebenarnya kaum musyrikin itu mengakui bahwa Alloh
Ta'ala saja satu-satunya Robb pencipta (Khaliq) yang
memegang kekuasaan atas segala sesuatu, serta yang memberikan perlindungan; dan tidak ada yang dapat
dirindungi atau diselamatkan dari adzab-Nya. Hal ini
sebenarnya mengandung konsekuensi bahwa mereka
harus mengesakan-Nya dalam hal uluhiyah. Sebagaimana
mereka telah mengesakan-Nya dalam hal rububiyah.
Alloh Ta'ala berfirman [artinya]:
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar
kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai
hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan
sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu
mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah[30], padahal kamu
mengetahui” (Al-Baqarah: 21-22)
Allah ta'ala juga berfirman [artinya]:
“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu
dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup] dan
siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, siapa yang
menciptakan mereka, tentu mereka akan menjawab,
'Allah'. Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan
(dari menyembah Allah)? (Az-Zukhruf: 87)
Allah ta'ala juga berfirman [artinya]:
“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki kepadamu
dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati
dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup] dan
siapakah yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah". Maka katakanlah "Mangapa
kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" Maka (Zat yang
demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya;
maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan
kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari
kebenaran)? “ (Yunus: 31-32)
IV. IMAN KEPADA NAMA-NAMA DAN SIFATSIFAT-NYA
Artinya, menetapkan apa saja yang telah ditetapkan oleh
Alloh T'ala bagi diri-Nya, yang tersebut dalam Kitab-Nya
atau Sunnah Rosul-Nya shallallahu 'alaihi wassalam
tentang nama-nama (asma) dan sifat-sifat yang sesuai
dengan kelayakan bagi-Nya, tanpa (melakukan) tahrif,
ta'thil, takyif, dan tamtsil. Alloh Ta'ala berfrman
[artinya]:
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan ”(Al-A'raaf: 180)
Hanya milik-Nya sifat Yang Maha Tinggi di langit
maupun di bumi. Firman Alloh Ta'ala [artinya]:
”Tiada sesuatu pun yng menyerupai-Nya. Dia Maha
Mendengar dan Melihat" (Asy-Syu'ar:11)
Dalam masalah ini ada dua golongan yang tersesat:
Pertama : Golongan Mu'aththilah
Mereka adalah golongan yang mengingkari seluruh asma'
dan sifat Alloh, atau mengingkari sebagiannya, dengan
anggapan (alasan) bahwa penetapan asma' dan sifat-sifat
itu berarti menuntut adanya penyerupaan (tasybih); yaitu
penyerupaan Alloh Ta'ala dengan makhluk-Nya.
Anggapan semacam ini adalah batil ditinjau dari berbagai
sudut; di antaranya:
- Hal itu akan melahirkan konsekuensi-konsekuensi yang
batil, seperti kontradiksi mengenai firman-firman Alloh.
Sebab, Alloh Ta'ala telah menetapkan nama-nama dan
sifat-sifat bagi diri-Nya serta telah menyatakan tiada
sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Jika penetapan asma'
dan sifat itu menuntut adanya penyerupaan (taybih), tentu
hal ini menuntut adanya kontradiksi dalam firman Alloh
serta adanya satu frman yang mendustakan firman
lainnya.
- Adanya kesesuaian (kesamaan) antara dua hal mengenai
nama atau sifat, tidak mengharuskan keduanya sama.
Anda dapat melihat adanya dua orang yang sama-sama
sebagai manusia yang mendengar, melihat dan dapat
berbicara. Namun kesamaan itu tidak mengharuskan
adanya kesamaan di antara keduanya mengenai maknamakna
kemanusiaan, pendengaran, penglihatan dan
pembicaraan. Anda iuga mehhat berbagai binatang yang
sama-sama mempunyai tangan, kaki dan mata. Namun
kesamaan seperti itu tidak mengharuskan kesamaan
(persis) mengenai tangat, kaki dan mata seluruh macam
binatang tersebut.
Jika telah jelas adanya perbedaan antara berbagai
makhluk dalam hal yang terdapat kesamaannya mengenai
nama atau sifatnya, maka perbedaan antara Kholiq
dengan makhluk tentunya jauh lebih jelas dan lebih
besar.
Kedua : Golongan Musyabbihah
Mereka adalah orang-orang yang menetapkan asma' dan
sifat, namun mereka menyerupakan Alloh Ta'ala, dengan
makhluk-Nya. Mereka beranggapan bahwa ini
merupakan konsekuensi dan petunjuk nash-nash yang
ada, karena Alloh Ta'ala menyatakan kepada para hambaNya
dengan ungkapan yang dapat mereka pahami.
Anggapan ini adalah batil ditinjau dari berbagai sudut;
diantaranya:
# Keserupaan Alloh Ta'ala dengan makhluk-Nya
merupakan perkara yang batil, yang dibatilkan oleh akal
maupun syara'. Dan tidak mungkin bila konsekuensi dari
nash-nash Kitab dan Sunnah itu merupakan hal yang
batil.
# Alloh Ta'ala memang mengatakan kepada para hambaNya
dengan ungkapan yang dapat mereka pahami dari
segi asal maknanya. Adapun hakikat yang dikandung
oleh makna tersebut termasuk perkara yang hanya
diketahui oleh Alloh Ta'ala, termasuk mengenai sesuatu
yang berkaitan dengan Dzat dan sifat-sifat-Nya.
Jika Alloh Ta'ala, telah menetapkan bagi diri-Nya bahwa
Dia Maha Mendengar, maka pendengaran itu dapat kita
ketahui bersama dari segi asal maknanya, yaitu penangkapan terhadap suara. Akan tetapi hakikat dari hal
itu, jika dinisbatkan kepada pendengaran Alloh Ta'ala,
maka hal itu tidak kita ketahui. Karena hakikat
pendengaran itu berbeda-beda, sekalipun antara sesama
makhluk, apalagi antara Kholiq dengan makhluk;
tentunya perbedaannya lebih jelas dan lebih besar.
Iman kepada Alloh Ta'a1a, sesuai dengan yang kita
kriteriakan di atas akan menghasilkan buah yang agung
bagi orang-orang beriman, di antaranya :
1. Terwujudnya ketauhidan kepada Alloh Ta'ala, di mana
selain Alloh tidak ada yang digantungi dalam rangka
mengharap atau cemas dan juga tidak ada yang diibadahi
selain-Nya.
2. Sempurnanya kecintaan (mahabbah) kepada Alloh
Ta'a1a dan pengagungan terhadap-Nya sesuai dengan
nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang
tinggi.
3 . Terwujudnya peribadahan kepada-Nya dengan
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Landasan Kedua (9). Rukun Iman: 1. Iman kepada Allah
Reviewed by suqamuslim
on
21.47
Rating:
Tidak ada komentar: