Landasan 2. Rukun Iman: 6. Iman kepada
takdir
Syarah dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Qodar adalah takdir Alloh ta'ala terhadap seluruh
makhluk yang ada sesuai dengan ilmu dan hikmah-Nya.
Iman kepada qodar meliputi empat hal:
Pertama:
Mengimani bahwa Alloh Ta'ala mengetahui segala
sesuatu, secara global maupun terperinci, azali maupun
abadi yang berkaitan dengan perbuatan-Nya sendiri
maupun perbuatan para hamba-Nya.
Kedua:
Mengimani bahwa Alloh telah menulis hal itu dalam
Lauh Mahfudz. Tentang kedua hal tersebut, Alloh Ta'ala
berfirman :
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya
Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di
bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam
sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang
demikian itu amat mudah bagi Allah” (Al-Hajj: 70)
Dalam shohih Maslim disebutkan hadits dari 'Abdullah
bin 'Amru bin 'Ash bahwa ia berkata, Aku pernah
mendengar Rosululloh bersabda:
“Allah telah menulis takdir seluruh makhluk sebelum
menciptakan langit dan bumi dengan tenggang waktu
lima puluh ribu tahun” (HR. Muslim dalam Kitabul
Qodar)
Ketiga:
Mengimani bahwa seluruh yang ada tidak akan terjadi
kecuali dengan kehendak Alloh Ta'ala, apakah yang
berkaitan dengan perbuatan Alloh maupun yang
berkaitan dengan perbuatan para makhluk. Dalam hal
yang berkaitan dengan perbuatan-Nya, Alloh berfirman:
“Robbmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan Dia
pilih" (Al-Qoshosh: 87)
"... Alloh mengerjakan sesuatu yang Dia kehendaki"
(Ibrahim: 27)
“Dia yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana
Dia kehendaki" ('Ali 'Imraan: 6)
Sedangkan yang berkaitan dengan perbuatan para
makhluk-Nya, Alloh Ta'ala berfirman:
“Kalau Alloh menghendaki, maka Dia tentu telah
menguasakan mereka atas kalian, lalu rnereka memerangi
kalian" (An-Nisia: 90)
"Sekiranya Robbmu rnenghendaki, niscaya mereka tidak
mengerjakannya. Maka tinggalkanlah mereka dan apa
yang mereka ada-adakan." (Al-An'am: 712)
Keempat:
Mengimani bahwa seluruh yang ada merupakan ciptaan
Alloh Ta'ala; dzatnya, sifatnya maupun gerakannya.
Alloh Ta'ala berfirman :
“Alloh adalah pencipta segala sesuatu, dan Dia
pemelihara segala sesuatu"(Az-Zumar: 62)
“Dia telah menciptakan segala sesuatu, lalu Dia
menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya”
(Al-Furqan: 2)
Alloh berfirman tenrang Nabi Ibrahim bahwa ia pernah
berkata kepada kaumnya:
“Allohlah yang telah menciptakan kalian dan apa lang
kalian kerjakan" (Ash-Shooffaat: 96)
Mengimani qodar seperti yang telah kami terangkan di
atas, tidak menafikan bahwa manusia punya kehendak
(masyiah) dalam hal perbuatan-perbuatan ikhtiyariyahnya
serta punya kemampuan untuk melaksanakannya.
Sebab syara' maupun realita menunjukkan ketetapan
tentang hal itu.
Tentang bukti syara', Alloh Ta'ala telah berfirman
mengenai kehendak manusia:
“Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia
menempuh jalan kembali kepada Robbnya" (An-Naba':
39)
“Datangilah 'ladangmu' dari arah manapun atau
bagaimana saja kama kehendaki" (Al-Baqarah: 223)
Mengenai adanya 'qudroh' (kemampuan) manusia, Alloh
Ta'ala berfirman:
"Maka bertawakallaah kepada Allah menurut
kesanggupanmu, dengar dan taatlah …" (At-Taghoobun
:16)
“Alloh tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggapannya. Ia mendapat pahala dari
(kebaikan) yang dikerjakannya, dan ia juga mendapat
siksa dari kejahatan yang dikerjakanrya" (Al-Baqoroh:
286)
Realita menunjukkan bahwa setiap manusia mengerti
bahwa ia mempunyai kehendak dan kemampuan. Dengan
kehendak dan kemampuan itulah ia melakukan atau
meninggalkan sesuatu (perbuatan). Ia juga bisa
membedakan antara sesuatu yang terjadi dengan
kehendaknya, seperti yang berjalan, dan sesuatu yang
diluar kehendaknya ia melakukan atau meninggalkan
sesuatu (perbuatan). Ia juga bisa membedakan antara
sesuatu yang terjadi dengan kehendaknya, seperti
berjalan, dan sesuatu yang di luar kehendaknya, seperti
gemetar. Akan tetapi, kehendak maupun kemampuan
manusia itu terjadi dengan kehendak dan kemampuan
Alloh Ta'ala. Alloh berfirman:
"(Yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh
jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki
(menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah,
Tuhan semesta alam" (At-Takwir : 28-29)
Dan karena alam seluruhnya adalah milik Alloh, maka
tak satupun dari milik-Nya itu yang tidak diketahui dan
tidak dikehendaki-Nya. Iman kepada qodar (takdir)
seperti yang kita sebutkan di atas tidak memberikan
peluang bagi manusia untuk beralasan dalam
meninggalkan kewaiiban-kewajiban atau melakukan
kemaksiatan-kemaksiatan. Dengan demikian, maka
alasan semacam ini adalah bathil (gugur) ditinjau dari
beberapa sudut:
Pertama:
Firman Alloh Ta'ala :
"Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan
mengatakan: "Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan
bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak
(pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun."
Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah
mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan
siksaan Kami. Katakanlah: "Adakah kamu mempunyai
sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu
mengemukakannya kepada Kami?" Kamu tidak
mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak
lain hanyalah berdusta"(Al-An'am: 148)
Seandainya alasan mereka dengan qodar itu dapat
dibenarkan, tentu Alloh Ta'ala tidak akan menimpakan
siksa-Nya kepada mereka.
Kedua:
Firman Alloh Ta'ala:
“(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita
gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada
alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya
rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana" (An-Nisaa' : 165)
Seandainya qodar itu dapat dijadikan alasan oleh orangorang
yang menyelisihi itu, maka alasan itu tidak
ternafikan dengan diutusnya para rosul itu. Sebab,
penyelisihan setelah diutusnya mereka itu terjadi dengan
qodar Alloh Ta'ala.
Ketiga:
Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
dari Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi telah bersabda:
“Tak seorangpun diantara kamu kecuali telah ditulis
tempat duduknya disurga atau dineraka” Salah seorang
sahabat bertanya, “Mengapakah kita tidak pasrah saja
wahai Rasulullah?" Beliau menjawab:” Tidak !
Berbuatlah karena masing-masing dimudahkan!"
Selanjutnya, beliau membaca ayat, “Adapun orang yang
memberikan (hartanya di jalan Alloh) dan bertakwa”
(HR. Bukhari dalam Kitabut Tafsir)
Ini adalah lafal hadits yang diriwayatkan oleh AlBukhari.
Sedangkan lafal hadits yang diriwayatkan oleh
Muslim adalah:
“.... karena masing-masing dimudahkan atas apa yang
tercipta untuknya" (HR.Muslim dalam Kitabul Qodar)
Jadi Nabi memerintahkan untuk berbuat, dan melarang
pasrah (menyerah) begitu saja kepada qodar.
Keempat:
Alloh Ta'ala memberikan perintah dan larangan kepada
manusia, namun tidak membebaninya kecuali yang ia
mampu. Alloh Ta'ala berfirman:
“Bertakwalah kamu kepada Alloh menurut
kesanggupanmu ..." (At-Taghoobun: 16)
“Alloh tidak rnembebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya..." (Al-Baqoroh: 286)
Kalau saja manusia itu dipaksakan untuk melakukan
sesuatu, berarti ia dibebani sesuatu yang ia tidak dapat
melepaskan diri darinya. Ini adalah batil. Oleh karena itu,
jika dia melakukan suatu maksiat disebabkan karena
kejahilan (ketidaktahuan), lupa, atau terpaksa, maka ia
tidak berdosa, karena ia dimaafkan dalam hal seperti itu.
Kelima:
Qodar Alloh adalah rahasia yang tersembunyi, tidak
dapat diketahui setelah yang diqodarkan itu terjadi.
Kehendak manusia terhadap apa yang akan dikerjakan
adalah terlebih dahulu ada sebelum ia mengerjakannya,
sehingga kehendaknya untuk mengerjakan sesuatu itu
tidak dibangun atas pengetahuannya tentang qodar Alloh.
Ketika itu, hilanglah sudah alasannya dengan qodar.
Sebab, tiada alasan (hujah) bagi seseorang dalam sesuatu
yang tidak diketahuinya.
Keenam:
Kita dapat melihat adanya manusia yang ingin sekali
meraih urusan duniawinya yang layak baginya, sehingga
ia dapat meraihnya, dan ia tidak mau berpaling darinya
kepada sesuatu yang tidak layak baginya, lantas ia
beralasan dengan qodar atas keberpalingnnya itu. Maka
mengapa ia berpaling dari sesuatu yang memberinya
kemanfaatan dalam urusan-urusan duniawinya menuju
sesuatu yang memadhorotinya, lalu beralasan dengan
qodar?! Bukankah keberadaan dua hal itu sama saja?!
Anda akan saya beri contoh untuk memperjelas hal itu.
Jika di hadapan seseorang ada dua jalan, salah satunya
akan membawanya menuju sebuah negeri yang penuh
kekacauan, pembunuhan, perampasan, pemerkosaan
kehormatan, ketakutan dan kelaparan; sedangkan jalan
yang kedua akan membawanya kepada sebuah negeri
yang segalanya teratur dan tertib, keamanannya terjamin,
kesejahteraannya melimpah, dan juga jiwa, kehormatan
maupun harta benda dihormati; maka mana dari kedua
jalan yang akan ditempuh?
Sudah tentu ia akan menempuh jalan yang kedua, karena
akan membawanya ke sebuah negeri yang tertib dan
aman. Selamanya, seorang yang berakal sehat tidak akan
mau menempuh jalan yang menuju sebuah negeri yang
kacau dan menghawatirkan, Ialu beralasan dengan qodar.
Maka kenapa dalam urusan akhrat ia mau menempuh
jalan neraka, bukannya jalan surga, lalu beralasan dengan
qodar?
Contoh lain, kita melihat orang sakit disuruh minum
obat, lalu ia pun minum obat itu, padahal ia sebenarnya
tidak suka. Ia juga dilarang menyantap makanan yang
dapat membahayakannya, lalu ia pun meninggalkan
makanan tersebut, padahal sebenarnya ia berselera
terhadap makanan itu. Itu semua dilakukan demi
mendapatkan kesembuhan dan keselamatan. Ia tak
mungkin menolak minum obat, dan malah menyantap
makanan yang dapat membahayakannya itu, seraya
beralasan dengan qodar. Lalu kenapa manusia
meninggalkan perintah Alloh dan Rosul-Nya, atau
melakukan larangan Alloh dan Rosul-Nya seraya
beralasan dengan qodar?!
Ketujuh:
Orang yang beralasan dengan qodar atas kewajiban yang
ditinggalkannya, atau atas kemaksiatan yang
dilakukannya, seandainya ia dianiaya oleh seseorang
yang kemudian merampas hartanya atau merusak
kehormatannya, lantas orang itu beralasan dengan qodar
seraya mengatakan, "Jangan salahkan aku, karena
kezholimanku ini terjadi dengan qodar Alloh!" tentu ia
tidak menerimanya. Nah, bagaimana ia tidak bisa
menerima alasan dengan qodar yang dilakukan oleh
orang lain dalam menzholiminya, lantas ia sendiri
beralasan dengan qodar untuk membela dirinya dalam
melakukan kezholiman terhadap hak Alloh Ta'ala”?!
Dikisahkan bahwa Amirul Mukminin 'Umar bin
Khoththob pernah menerima pencuri yang sudah berhak
dipotong tangannya.'Umar pun memerintahkan agar tangan pencuri itu dipotong. Pencuri itu lantas berkata,
"Sabar dulu, ya Amirul Mukminin! Aku ini mencuri
hanya karena qodar Alloh". 'Umar pun akhirnya
menjawab, "Ya, kami pun memotong tanganmu hanya
karena qodar A1loh juga!"
Iman kepada qodar akan membuahkan hal-hal penting,
diantaranya sebagai berikut :
# Bersandar kepada Alloh Ta'ala ketika melakukan
berbagai "sebab" itu sendiri, karena segala sesuatu itu
tergantung kepada qodar Alloh Ta'ala.
# Agar seseorang tidak lagi mengagumi dirinya sendiri
ketika tercapai tujuannya. Sebab, itu hanyalah nikmat
dari Alloh Ta'ala, berupa sebab-sebab kebaikan dan
keberhasilan yang memang telah ditakdirkan oleh Alloh.
Kekagumannya terhadap dirinya sendiri akan melupakan
dirinya untuk mensyukuri nikmat ini.
Adanya rasa ketenangan jiwa terhadap takdir Alloh
Ta'ala yang berlaku atas dirinya, sehingga ia tidak akan
gelisah atas hilangnya sesuatu yang dicintainya atau
didapatkannya sesuatu yang dibencinya. Sebab itu semua
terjadi dengan qodar Alloh Ta'ala, pemilik kerajaan langit
dan bumi . Tentang hal itu, Alloh berfirman:
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan
(tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis
dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian
itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu
gembira[1459] terhadap apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang
sombong lagi membanggakan diri" (Al-Hadid: 22-23)
Nabi Muhammad pernah bersabda:
"Sungguh mengherankan perkara orang mukmin, karena
seluruh perkaranya baik, dan itu tidak ada pada
seorangpun selain orang mukmin, yaitu jika ia
memperoleh kebahagiaan, ia bersyukur, maka itu baik
baginya; dan jika mendapat kesusahan, ia bersabar, maka
itu pun baik baginya" (HR. Muslim)
Dalam masalah qodar ini, ada dua golongan yang
tersesat:
Pertama: Golongan Jabariyah.
Yaitu, mereka yang mengatakan bahwa manusia itu
dipaksa atas perbuatannya, dan ia tidak punya kehendak
(irodah) maupun kemampuan (qudroh) terhadap
perbuatannya itu.
Kedua: Golongan Qodariyah.
Yaitu mereka yang mengatakan bahwa manusia itu
'merdeka' dalam melakukan perbuatan-perbuatannya,
dalam hal kehendak maupun kemampuan. Kehendak dan
kemampuan Alloh tidak berdampak pada perbuatannya.
Golongan Jabariyah dapat dibantah dengan dasar syara'
maupun keyakinan. Tentang dalil syara', maka
sesungguhnya Alloh Ta'ala telah menetapkan adanya kehendak dan kemauan pada diri manusia serta
menyandarkan perbuatan kepadanya juga. Alloh Ta'ala
berfirman:
“Di antara kalian ada yang menghendaki dunia dan ada
pula yang menghendaki akhirat" (Ali-'Imran:152)
"Katakanlah, 'Kebenaran itu dari Robbmu. Barangsiapa
yang menghendaki (iman) silakan beriman; dan
barangsiapa yang menghendaki (kafir), biarlah kafir.'
Sesungahnya Kami telah menpersiapkan bagi orangorang
dzalim itu neraka yang gejolaknya mengepung
mereka...” (Al-Kahfi: 29)
“Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka
(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa
mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk
dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu
menganiaya hamba-hambaNya” (Fushshilat: 46)
Adapun bukti dari kenyataan bahwa sebenarnya manusia
itu dapat mengetahui perbedaan antara perbuatanperbuatannya
yang bersifat ikhtiyari yang dilakukan
berdasarkan kehendaknya, seperti makan-minum dan jual
beli, dan yang terjadi pada dirinya tanpa kehendaknya,
seperti gemetar karena demam dan jatuh dari teras.Pada
contoh yang pertama, ia melakukannyadengan ikhtiar
(usaha) sesuai dengan kehendaknyaa tanpa paksaan;
sedangkan pada contoh yang kedua, tanpa ikhtiar dan ia
tidak menghendaki hal itu terjadi pada dirinya.
Golongan Qodariyah juga dapat dibantah berdasarkan
syara' maupun akal sehat.
Tentang dalil syara', bahwa Alloh Ta'ala adalah pencipta
segala sesuatu. Segala sesuatu itu terjadi (ada) dengan
kehendak-Nya. Alloh Ta'ala telah menjelaskan di dalam
kitab-Nya bahwa perbuatan para hamba itu terjadi
dengan kehendak-Nya. Alloh berfirman:
"Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah
berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah
rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa
macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka
ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di
antara mereka yang kafir. Seandainya Allah
menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan
tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya” (AlBaqoroh
:253)
“Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan
berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah
tetaplah perkataan dari padaKu: "Sesungguhnya akan
Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia
bersama-sama." (As-Sajdah:13)
Tentang dalil akal, bahwa sesungguhnya alam semesta
itu adalah dimiliki (dikuasai) oleh Alloh Ta'ala.,
sementara manusia merupakan satu bagian dan alam ini
yang juga berada dalam kekuasaan Alloh. Tidak mungkin
sesuatu yang 'dikuasai' itu dapat melakukan sesuatu
dalam kekuasaan Sang Penguasa kecuali dengan izin dan
kehendak dari-Nya.
Landasan Kedua (14). Rukun Iman: 6. Iman kepada takdir
Reviewed by suqamuslim
on
02.59
Rating:
Tidak ada komentar: