Dedengkot-dedengkot
Thaghut
Thaghut itu banyak macamnya, tokoh-tokohnya ada
lima:
1. Iblis, yang telah dilaknat oleh Allah,
2. Orang yang disembah, sedang ia sendiri rela,
3. Orang yang mengajak manusia untuk menyembah
dirinya.
4. Orang yang mengaku mengetahui sesuatu yang
ghaib.
5. Orang yang memutuskan sesuatu tanpa berdasarkan
hukum yang telah diturunkan oleh Allah.
Syarah dari Syaikh Muhammad bin Shalih
AlUtsaimin
[Dedengkot Taghut: Iblis]
Iblis adalah setan yang 'terajam'dan terlaknat,
yang terhadapnya Alloh berfirman:
"Sesunguhnya laknat-Ku tetap atasmu hinga Hari
Pembalasaa" (Shaad: 78)
Dahulunya, iblis itu bersahabat dengan para
malalkat dan melakukan perbuatan yang dilakukan oleh para malaikat. Namun
ketika iblis mendapat perintah untuk sujud kepada Adam 'alahissalam, tampaklah
bahwa pada dirinya terdapat sifat busuk, enggan (durhaka), dan takabur. Karena
ternyata ia enggan (untuk sujud) dan takabur, dan ia termasuk golongan
orang-orang yang kafir, akhirnya ia terusir dari rahmat Allah Ta'ala, Allah
berfirman,
'Ingatlah ketika Kami berfirman kepada para
malaikat (yang di situ terdapat pula iblis), 'Sujudlah kalian kepada Adam!'
Maka bersujudlah mereka, kecuali iblis. Ia enggan dan takabur, dan ia termasuk
golongan orangorang kafir'”(Al-Baqarah: 34)
[Dedengkot Taghut: Orang
yang disembah, sedangkan ia rela]
Yaitu orang yang diibadahi (disembah) selain Alloh,
sedangkan ia rela untuk disembah selain Allah. Ia termasuk salah satu dari
dedengkot thaghut -wal 'iyadzu billah- entah ia disembah semasa hidupnya
ataupun sepeninggalnya jika ia mati dalam keadaan rela akan hal itu.
[Dedengkot Taghut: Orang yang mengajak manusia
untuk mengibadahinya]
Yaitu orang yang-menyeru atau mengajak manusia
untuk mengibadahi dirinya, sekalipun mereka tidak mengibadahinya. Orang seperti
ini termasuk salah satu dedengkot thaghut; entah seruannya tersebut mendapat
sambutan ataupun tidak.
[Dedengkot Taghut: Orang
yang mengaku mengetahui ilmu ghaib]
Gaib adalah sesuatu yang tersembunyi dari jangkauan
manusia. Gaib ini ada dua macam; yang sudah terjadi dan yang akan datang. Gaib
yang sudah terjadi ini sifatnya nisbi (relatif), jadi bagi seseorang merupakan
sesuatu yang maklum (dapat diketahui), namun bagi orang lain merupakan sesuatu
yang majhul (tidak dapat diketahui). Sedangkan gaib tentang masa yang akan
datang itu bersifat hakiki, yang tidak dapat dikeiahui oleh seseorang, kecuali
hanya oleh Alloh, atau oleh rosulrosul yang memang telah diberitahu oleh-Nya.
Maka siapa saja yang mengaku mengetahuinya, maka ia berarti kafir, karena ia
mendustakan Allah dan Rosul-Nya. Alloh ta'ala, berfrman,
“Katakanlah, 'Tidak ada seorangpun di langit
ataupan di bumi yang mengetahai perkara gaib kecuali Allah'. Dan mereka tidak
mengetabui bilamana mereka dibangkitkan (An-Naml: 65)
Bila Alloh 'azza wa jalla telah memerintahkan
Nabi-Nya, Muhammad shallallahu'alaihi wassalam untuk mengumumkan kepada
khalayak manusia bahwasanya tiada seorang pun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara gaib kecuali Alloh saja. Maka barangsiapa mengaku mengtahui
perkara gaib, berarti ia telah mendustakan Alloh 'azza wa jalla dan juga
mendustakan Rosul-Nya mengenai pemberitaan ini.
Kami tanyakan kepada mereka itu, bagaimana mungkin
kalian dapat mengetahui perkara gaib, sedangkan Nabi Muhammad
shallallahu'alaihi wassalam saja tidak mengetahurnya?! Apakah kalian ini lebih
unggul dari pada Rosululloh shallallahu 'alaihi wassalam ataukah Rosululloh
yang lebih unggul?Jika mereka menjawab, "Kami lebih unggul (lebih mulia)
daripada Rosul", maka mereka telah menjadi kafir lantaran perkataan ini.
Dan jika mereka menjawab bahwa beliau itu lebih unggul, maka kami tanyakan kepada
mereka, "Lalu mengapa beliau tidak dapat mengetahui perkara gaib sedangkan
kalian mengetahuinya?! Sedangkan Alloh 'azza wa jalla telah berfirman tentang
diri-Nya:
“Dia Maha Mengetahui perkara gaib; maka Dia tidak
menampakkan kepada seorang pun tentang perkara gaib itu, kecuali kepada rosul
yang diridhai-Nya. Maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat)
di muka dan di belakangnya" (Al-Jinn: 26-27)
Ini merupakan ayat -selain ayat di atas- yang
menunjukkan kafirnya orang yang mengaku mengetahui perkara gaib. Alloh Ta'ala
bahkan telah memerintahkan Nabi-Nya agar mengumumkan kepada khalayak manusia
melalui firman-Nya,
'Katakanlah (Muhammad), 'Aku tidak mengatakan
kepadamu bahwa perbendaharaan Alloh ada padaku; aku tidak mengetahui perkara gaib;
dan aku juga tidak mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak
lain hanyalah mengikuti apa yang telah diwahyukan kepadaku'" (Al-An'am:
50)
[Dedengkot Taghut: Orang
yang mengukumi dengan selain hukum Allah]
Berhukum dengan hukum yang telah diturunkan oleh
Alloh Ta'ala termasuk bagian dari tauhid rububiyah, karena hal itu merupakan
pengejawantahan hukum Alloh yang menjadi tuntutan atau konsekuensi
rububiyah-Nya, serta kesempurnaan kerajaan dan pengaturan-Nya. Oleh karena itu,
Alloh Ta'ala menamakan orang-orang yang diikuti dalam menjalankan hukum selain
hukum yang telah diturunkan oleh Alloh Ta'ala sebagai "tuhan-tuhan"
(Robb) bagi orang-orang yang mengikuti mereka. Alloh Ta'ala berfirman :
"Mereka menjadikan orang-orang alim dan
rohib-rohib mereka sebagai 'tuhan-tuhan' selain Alloh, dan juga mereka
mempertuhan Al-Masih putra Maryam; padahal mereka hanya diperintah untuk
mengibadahi Alloh Yang Maha Tunggal; tiada ilah selain-Nya. Maha suci Alloh
dari apa yang mereka persekutukan" (At-Taubah: 31)
Alloh Ta'ala menamakan para ikutan itu sebagai
"ruhantuhan", karena mereka dijadikan sebagai para pensyariat di
samping Alloh Ta'ala, dan menamakan para pengikut mereka sebagai "para
hamba" (penyembah), karena para pengikut itu tunduk dan taat kepada mereka
dalam menyelisihi hukum Alloh Ta'ala.
'Adi bin Hatim ketika itu bertanya kepada
Rosululloh shallallahu 'alahi wassalam "Sesungguhnya para pengikut itu
tidak menyembah mereka?" Maka Rosululloh shallallahu 'alahi wassalam
bersabda:
"Mereka telah mengharamkan terhadap para
pengikut itu sesuatu yang halal, serta menghalalkan buat mereka sesuatu yang
haram; lalu para pengikut itu pun mengikuti (menaati) mereka. Itulah
penyembahan (ibadah) para pengikut ini kepada mereka!" (HR. Tirmidzi dan
dihasankannya)
Jika Anda telah memahami hal itu, maka ketahuilah
bahwa siapa saja yang tidak menghukumi dengan (hukum) yang telah diturunkan
oleh Alloh, dan menghendaki agar berhukum itu adalah kepada selain Alloh dan
Rosul-Nya; maka mengenai orang semacam ini terdapat ayat-ayat yang menafikan
keimanan dari dirinya serta ayat-ayat yang menyatakan kekufuran, kezholiman dan
kefasikannya.
Mengenai bagian yang pertama (ayat-ayat. yang
menafikan keimanannya), misalnya adalah firman Alloh Ta'ala,
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang
mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada
apa yang diturunkan sebelum kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut,
padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan
kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah
turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik
menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka
bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu
musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang
kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki
selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". Mereka itu
adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena
itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah
kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. Dan Kami tidak mengutus
seseorang rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya
jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun
kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka
mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. Maka demi Tuhanmu,
mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim
terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam
hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya” (AnNisaa: 60-65)
Allah Ta'ala mensifati mereka yang mengaku beriman
sedangkan sebenarnya mereka itu munafik, dengan beberapa sifat :
Pertama:
Bahwa mereka menginginkan agar berhukum itu kepada
thaghut; yaitu setiap hukum yang menyelisihi hukum Alloh Ta'ala dan hukum
Rosul-Nya. Sebab, setiap yang menyelisihi hukum Allah dan Rosul-Nya itu
merupakan kezholiman dan perlawanan terhadap hukum Alloh, Dzat pemilik
kekuasaan hukum dan hanya kepada-Nya dikembalikan segala urusan. Allah Ta'ala
berfirman,
'Ingatlah, mencipta dan memerintah hanyalah
wewenang Allah" (Al-A'raaf: 54)
Kedua:
Ketika mereka diseru untuk tunduk kepada hukum yang
telah diturunkan oleh Alloh dan kepada hukum Rosululloh, maka mereka menolak
dan berpaling.
Ketiga:
Jika mereka mendapatkan musibah yang sebenarnya
disebabkan oleh perbuatan tangan mereka sendiri ,diantaranya tertimpa oleh
perbuatan mereka sendiri, maka mereka kemudian datang untuk bersumpah bahwa
mereka tidak menginginkan sesuatu melainkan penyelesaian yarrg baik dan
perdamaian yang sempurna, seperti pernyataan orang sekarang yang menolak
hukumhukum Islam dan memilih menghukumi dengan aturanaturan atau undang-undang
yang menyelisihi hukum
Islam, dengan mengemukakan alasan dan anggapan
bahwa hal itu merupakan bentuk penyelesaian terbaik yang sesuai dengan kondisi
zaman.
Selanjutnya, Allah Ta'ala memperingatkan mereka
yang mengaku beriman namun memiliki sifat-sifat seperti itu, bahwa Alloh
mengetahui apa yang ada dalam hati mereka serta apa saja yang mereka simpan
dalam hati, berupa hal-hal yang berbeda dengan yang mereka katakan. Alloh
memerintahkan Nabi-Nya agar menasihati mereka dan mengatakan perkataan yang
mengena pada jiwa mereka. Selanjutnya Alloh menjelaskan bahwa hikmah diutusnya
Rosul itu adalah agar rosul itu ditaati dan diikuti, bukannya mengikuti manusia
lain sekalipun mempunyai pemikiran-pemikiran yang handal dan wawasan yang luas.
Setelah itu, Alloh bersumpah dengan rububiyah-Nya terhadap Rosul-Nya yang
merupakan bentuk rububiyah yang paling khusus, dan hal itu mengandung isyarat
atau petunjuk akan kebenaran risalah Muhammad shallallahu 'alahi wassalam. Di
situ Alloh bersumpah dengan bentuk sumpah yang sangat dikuatkan bahwasanya
keimanan itu tidak bisa sah kecuali dengan tiga perkara.
1. Dalam setiap perselisihan yang ada harus
berhakim kepada Rosululloh shallallahu 'alahi wassalam
2. Harus berlapang dada dalam menerima hukum
(putusan) Rosululloh, dan di dalam hati tidak terdapat rasa keberatan dalam
menerimanya.
3. Harus pasrah atau tunduk dalam menerima apa yang
dihukumkan oleh beliau, serta menunaikannya tanpa melakukan penyimpangan.
Untuk bagian yang kedua (tentang ayat-ayat yang
menyatakan kekufuran, kezholiman serta kefasikan orang yang tidak meng hukumi
dengan hukum yang telah diturunkan oleh Alloh) adalah seperti firman Allah
Ta'ala:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir” (Al-Maidah:
44)
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orangorang yang dzalim”
(Al-Maidah: 45)
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa
yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orangorang yang fasik”
(Al-Maidah: 47)
Apakah ketiga sifat ini ditujukan kepada seorang
yang disifati saja; dalam arti bahwa setiap orang yang tidak menghukumi dengan
hukum yang diturunkan oleh Alloh, berarti dia kafr, zholim dan fasik sekaligus?
Sebab, Alloh Ta'ala mensifati orang-orang kafir itu dengan sifat zholim dan
fasik. Alloh ta'ala berfirman
“..dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang
dzalim” (Al-Baqarah: 254)
Alloh juga berfirman :
"... sesungguhnya mereka itu telah kafir
kepada Alloh dan Rosul-Nya, dan mereka mati dalam keadaan fasik” (At-Taubah:
84)
Sehingga setiap orang yang kafir itu berarti zholim
dan fasik. Atau apakah sifat-sifat ini ditujukan kepada beberapa orang yang
disifati sesuai dengan penyebab mereka untuk tidak berhukum dengan hukum yang
telah diturunkan oleh Alloh? Menurut saya, ini yang lebih bisa diterima
(benar). Wallahu a'lam.
Dengan demikian, kami dapat mengatakan, ..Orang
yang tidak menghukumi dengan hukum yang telah diturunkan oleh Alllah karena
meremehkannya, atau merendahkannya, atau karena meyakini bahwa hukum lainnya
lebih bermaslahat (baik) daripada hukum Alloh, serta lebih bermanfaat bagi umat
manusia, atau dengan alasan-alasan lain yang semisal, maka dia berarti kafir
dalam bentuk kekufuran yang mengeluarkan dirinya dari agama (murtad). Di antara
kategori mereka itu adalah orang yang membuat perundang-undangan untuk manusia,
yang menyelisihi perundang-undangan lslam, dengan tujuan agar
perundang-undangan yang dibuat itu menjadi manhaj yang dipakai oleh umat
manusia; maka sebenarnya mereka itu tidak membuat perundangundangan yang
menyelisihi syariat Islam melainkan mereka itu berkeyakinan bahwa hal itu lebih
bermaslahat dan lebih bermanfaat bagi umat manusia. Sebab, sudah pasti dapat
dimaklumi oleh akal sehat dan tabiat fitrah bahwa manusia itu tidak akan mau
berpaling dari satu manhaj menuju manhaj lain yang menyelisihinya, kecuali
karena ia meyakini akan kelebihan manhaj yang ia pilih dan kekurangan manhaj
yang ia tinggalkan.
Siapa yang tidak menghukumi dengan hukum yang telah
diturunkan oleh Alloh, namun ia tidak meremehkan dan merendahkan hukum Alloh
ini, serta tidak meyakini bahwa hukum lainnya lebih bermaslahat bagi dirinya
daripada hukum Alloh ini, maka berarti ia zholim, bukan kafir.
Tingkatan-tingkatan kezholimannya itu sesuai dengan yang dihukumkan (hukum yang
diberlakukan) dan perangkat lukumnya.
Orang yang tidak menghukumi dengan hukum yang telah
dirurunkan oleh Alloh, bukan karena meremehkan hukum Alloh, bukan karena
merendahkannya, dan juga bukan karena meyakini bahwa hukum lainnya lebih
bermaslahat dan lebih bermanfaat bagi manusia dan semisalnya; namun, hanya saja
ia menghukumi dengan selain hukum Alloh itu karena memihak pihak yang
dimenangkan dalam perkara hukumnya, atau karena terikat dengan suap, atau jenis-jenis
materi duniawi lainnya, maka dia berarti fasik, bukan kafir. Tingkat
kefasikannya itu berbeda-beda sesuai dengan hukum yang dibedakukan serta
perangkat-perangkat hukumnya.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah
mengatakan tentang orang-orang yang menjadikan orang-orang alim (ahbar) mereka
dan rohib-rohib mereka sebagai tuhantuhan selain Alloh, bahwa mereka itu
terbagi menjadi dua kategori :
a. Orang-orang yang mengetahui bahwa para ulama dan
rohib-rohib tersebut mengganti agama Alloh, namun orang-orang itu tetap saja
mengikuti mereka terhadap tindakan mengganti agama Alloh itu serta meyakini
kehalalan sesuatu yang diharamkan oleh Alloh dan keharaman sesuatu yang
dihalalkan oleh-Nya, demi mengikuti pemimpin-pemimpinnya, sedang orang-orarrg
itu tahu bahwa mereka itu telah menyalahi agama para rosul; maka yang semacam
itu merupakan kekufuran, bahkan Allah dan Rosul-Nya telah menyatakan hal itu
sebagai bentuk kesyirikan.
b. Orang-orang yang punya keyakinan tetap tentang
penghalalan sesuatu yang diharamkan (oleh Alloh) dan pengharaman yang
dihalalkan, akan tetapi orang-orang ini menaati mereka dalam bermaksiat kepada
Alloh sebagaimana tindakan seorang muslim yang melakukan
kemaksiatan-kemaksiatan yang memang ia yakini sebagai kemaksiatan; maka orang-orang
seperti ini dihukumi sebagaiman para ahli dosa.
Ada perbedaan antara masalah-masalah yang dapat
dikategorikan sebagai pensyariatan (legislasi) yang bersifat umum dengan
masalah yang bersifat spesifik, yang disitu seorang qodhi (hakim) menghukumi
dengan selain hukum yang telah diturunkan oleh Alloh.
Sebab masalah-masalah yang tidak bisa dikategorikan
sebagai pensyariatan yang bersifat umum itu tidak bisa dibagi sebagaimana di
atas. Hanyasanya hal itu termasuk dalam kategori bagian pertama saja, karena
orang yang membuat pensyariatan yang menyelisihi Islam itu, sudah
tentu ia melakukan karena keyakinannya bahwa hal
itu lebih membawa kemaslahatan daripada Islam, serta lebih bermanfaat bagi umat
manusia; sebagaimana yang telah dikemukakan di depan.
Masalah ini, yaitu masalah menghukumi dengan selain
hukum yang diturunkan oleh Alloh, termasuk masalahmasalah besar yang menimpa
para penguasa di zaman ini. Oleh karena itu, siapa saja jangan sampai
terburuburu meminta putusan hukum kepada mereka dalam persolan yang tidak
menjadi hak mereka, sampai kebenaran itu menjadi jelas baginya. Sebab, masalah
ini cukup rawan dan berbahaya. Kita memohon kepada Alloh Ta'ala kiranya
berkenan memperbaiki para penguasa kaum muslimin. Demikian juga, setiap orang
yang diberi ilmu oleh Alloh Ta'ala, agar menjelaskan hal ini kepada para
penguasa agar mereka mendapatkan hujah dan tujuan pun menjadi jelas; sehingga
orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata, dan orang yang
hidup pun hidupnya dengan keterangan yang nyata pula. Jangan sampai orang yang
berilmu itu merasa rendah diri untuk memberikan penjelasan mengenai hal ini dan
jangan sampai takut kepada seorang pun dalam melakukan hal ini. Karena
sesungguhnya 'izzah (kemuliaan, keperkasaan) itu hanyalah milik Alloh, milik
Rosul-Nya dan milik orang-orang yang beriman.
Dedengkot-dedengkot Thaghut
Reviewed by suqamuslim
on
16.15
Rating:
Tidak ada komentar: