Landasan 2. Rukun Iman: 1. Iman kepada Allah
Rukun Iman ada 6:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada para malaikat-Nya
3. Iman kepada kitab-kitab-Nya
4. Iman kepada para rasul-Nya
5. Iman kepada Hari Akhir
6. Iman kepada takdir yang baik dan yang buruk
Dalil keenam rukun iman ini adalah firman Allah
ta'ala
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan
barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi ...
[Al-Baqarah: 177]
Sedangkan dalil takdir adalah firman Allah ta'ala:
"Sesungguhnya segala sesuatu telah kami
ciptakan sesuai dengan takdir" (Al-Qomar: 49)
Syarah dari Syaikh Muhammad bin Shalih
AlUtsaimin
Iman kepada Alloh itu mencakup empat hal:
I. IMAN KEPADA KEWUJUDAN (ADANYA) ALLAH TA'ALA
Kewujudan Alloh ta'ala ini telah dibuktikan oleh
fithroh, akal, syara' dan indera.
Petunjuk fithroh menyatakan kewujudan Allah. Karena
segala makhluk telah diciptakan untuk beriman kepada penciptanya tanpa harus
diajari sebelumnya. Tidak ada makhluk yang berpaling dari fithroh ini, kecuali
hatinya termasuki oleh sesuatu yang dapat memalingkannya dari firhroh itu. Ini
berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wassalam:
“Tiada yang terlahir melainkan ia dilahirkan di
atas (dalam keadaan) fithroh. Maka kedua orang tuanya yang akan menjadikannya
sebagai orang Yahudi, Nasrani atau Majusi" (HR. Bukhari dalam Kitabul
Janaiz, HR.Muslim dalam Kitabul Qadr)
Petunjuk akal menyatakan kewujudan Alloh, karena
seluruh makhluk yang ada ini, termasuk yang sudah berlalu maupun yang akan
datang kemudian, sudah tentu ada pencipta yang menciptakannya. Tidak mungkin
makhluk itu mengadakan dirinya sendiri atau ada begitu saja dengan sendirinya
(tanpa ada yang menciptakannya).
Tidak mungkin makhluk itu tercipta oreh dirinya
sendiri, karena sesuatu itu tidak dapat menciptakan dirinya sendiri. Sebab,
sebelum ia ada, ia tiada. Maka bagaimana mungkin ia bisa menjadi pencipta?
Ia juga tidak mungkin ada secara kebetulan, karena
segala sesuatu yang terjadi itu sudah pasti ada yang menjadikannya. Dan lagi,
wujudnya yang mengikuti keteraturan yang indah ini, mengikuti keserasian yang
padu serta adanya hubungan erat yang tak bisa dipisahkan antara sebab dan
musababnya, dan juga antara makhluk satu dengan lainnya; semuanya menolak penuh
jika kewujudan sesuatu itu secara kebetulan. Sebab, sesuatu yang ada secara
kebetulan berarti tidak mengikuti keteraturan pada asal kewujudannya; lalu
bagaimana mungkin ia kemudian bisa menjadi teratur dalam perkembangan
berikutnya?
Jika seluruh makhluk yang ada ini tidak mungkin ada
dengan sendirinya (menciptakan dirinya sendiri) dan juga tidak mungkin ada
secara kebetulan begitu saja, maka dapatlah dipastikan bahwa ada yang
menciptakannya atau mengadakannya; yaitu Alloh Robb semesta alam!
Allah ta'ala sendiri telah menyebutkan dalil 'aqli
dan alasan yang qath'i ini dalam surat Ath-Thuur. Disitu Allah berfirman
[artinya]
“Apakah mereka menicpta tanpa sesuatupun, ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)” (AthThuur:35)
Maksudnya, mereka itu tidaklah tercipta tanpa
pencipta, dan merekapun tidak pula mencipta diri sendiri. Dengan demikian,
dapat dipastikan bahwa pencipta mereka adalah Alloh tabaraka wa ta'ala.
Lantaran itu, tatkala Jubair bin Muth'im radhiallahu'anhu mendengar Rosululloh
shallallahu 'alaihi wassalam sedang membaca surat Ath-Thuur hingga sampai pada
ayat (yang artinya):
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatupun ataukah
mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan
langit dan bumi itu?; sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka
katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang
berkuasa?” (Ath-Thuur: 35-37)
(Dimana ketika itu Jubair masih musyrik), maka ia
berkata, "Hampir-hampir saja hatiku hendak terbang. Ketika itulah mula
pertama keimanan bersemayam di dalam hatiku." Diriwayatkan oleh Al-Bukhari
secara terpisah-pisah. (HR.Bukhari dalam Kitabu Al-Tafsir)
Ada baiknya jika kita mengambil satu contoh untuk
lebih memperjelas hal itu. Jika seseorang menceritakan kepadamu tentang sebuah
istana yang megah, dikelilingi oleh berbagai taman, ada sungai-sungai yang
mengalir diantara bangunan-bangunan istana itu, dipenuhi berbagai permadani,
dipercantik dengan berbagai jenis perhiasan pada bangunan-bangunan inti maupun
penyempurnaanya, lalu ia berkata kepada Anda, "Sesungguhnya istana ini
dengan berbagai kesempurnaanya yang ada tercipta oleh dirinya sendiri, atau
tercipta seperti ini secara kebetulan tanpa ada yang mencipta"; maka Anda
tentu langsung membantah hal itu serta mendustakan-Nya, dan Anda pasti akan
mengkategorikan perkataannya itu sebagai perkataan tolol. Dengan demikian, apa
mungkin jika alam yang luas dengan bumi dan langitnya, dengan orbitnya, dan
dengan tatanannya yang indah dan luar biasa ini, semua mencipta dirinya
sendiri, atau tercipta secara kebetulan tanpa ada yang mencipta?!
Petunjuk syar'i juga menyatakan kewujudan Alloh,
sebab kitab-kitab samawi seluruhnya menyatakan demikian. Apa saja yang dibawa
oleh kitab-kitab samawi itu, berupa hukum-hukum yang menjamin kemaslahatan
makhluk merupakan bukti bahwa hal itu datang dari Robb yang Bijaksana dan Maha
Tahu akan kemaslahatan makhluk-Nya. Berita-berita yang berkenaan dengan alam
yang terdapat dalam kitab-kitab tersebut, serta telah disaksikan oleh kenyataan
tentang kebenarannya, merupakan bukti bahwa kitab-kitab itu berasal dari Robb
yang Maha Kuasa untuk mewujudkan (mencipta) apa yang diberitakan itu.
Dan petunjuk indera mengenai kewujudan Alloh dapat
dilihat dari dua hal :
Pertama:
Kita semua mendengar dan menyaksikan dikabulkannya
permohonan orang-orang yang berdoa dan ditolongnya orang-orang yang kesusahan,
yang semuanya ini menunjukkan secara qoth'i akan adanya Allah Ta'ala.
Alloh Ta'ala berfirman [artinya]:
“Ingatlah akan kisah Nuuh sebelum itu ketika ia
berdoa, lalu Kami kabulkan doanya” (Al-Anbiyaa': 76)
“Ingatlah ketika kamu memohon pertolongan kepada
Robbmu, lalu Diapun mengabulkan permohonanmu" (AlAnfaal: 9)
Dalam Shohih Al-Bukhari disebutkan hadits dari Anas
bin Malik:
Bahwa seorang Arab pedalaman masuk (ke dalam
masjid) pada hari Jumat, sementara Nabi sedang berkhutbah. Orang itu lantas
berkata, "Ya Rosululloh, harta kami musnah dan keluarga kami kelaparan.
Maka berdoalah kepada Alloh buat kami!" Akhirnya beliau mengangkat kedua
tangan dan berdoa . Tak lama kemudian, awan sebesar gunungpun tiba; sementara
beliau masih berada di atas mimbar, sehingga aku lihat air hujan bercucuran
pada jenggot beliau. Pada Jumat kedua (berikutnya), si Arab pedalaman itu, atau
lainnya, berdiri lantas berkata, "Ya Rosululloh, bangunan rumah kami roboh
dan harta kami tenggelam. Maka berdoalah kepada Alloh untuk kami!"
Akhirnya beliau pun mengangkat kedua tangannya seraya berdoa: “Ya Alloh,
turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau turunkan sebagai bencana
bagi kami"(HR. Bukhari dalam Kitabul Jum'ah, HR. Muslim dalam Kitabul
Istisqa)
Akhimya, tidaklah beliau menunjuk pada suatu arah
(tempat) melainkan menjadi terang (tanpa hujan). Terkabulnya permohonan
orang-orang yang berdoa hingga hari ini masih dapat disaksikan dengan nyata,
tentunya bagi orang yang benar-benar bersandar kepada Alloh Ta'ala serta
memenuhi syarat-syarat dikabulkannya sebuah doa'.
Kedua:
Ayat-ayat (tanda-tanda) para nabi yang dinamakan
mukjizat yang disaksikan oleh manusia lain, atau yang mereka dengar merupakan
bukti yang qoth'i akan adanya Dzat yang mengutus mereka, yaitu Alloh Ta'ala.
Sebab, kemukjizatan-kemukjizatan itu di luar jangkauan manusia pada umumnya,
yang memang sengaja diberlakukan oleh Alloh Ta'ala untuk mengokohkan dan
memenangkan para rosul-Nya.
Contoh pertama, mukjizat Musa ketika Alloh
memerintahkannya untuk memukul laut dengan tongkatnya. Musa pun memukulnya dan
akhirnya laut itu terbelah menjadi dua belas jalan yang kering, sementara air
laut berada di antara jalan-jalan itu laksana gunung.
Alloh Ta'ala berfirman:
“Lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah
lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiaptiap
belahan adalah seperti gunung yang besar " (AsySyu'ara: 63)
Contoh kedua, mukiizat 'Isa berupa dapat
menghidupkan kembali orang-otang yang sudah mati dan mengeluarkan mereka dari
kubur dengan izin Alloh. Alloh Ta'ala berfirman [artinya]:
“ ..dan aku ('Isa) dapat menghidupkan orang mati
dengan izin Allah...” (Ali 'Imraan: 49)
“...dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang
mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku..”(AlMaidah: 110)
Contoh ketiga, ketika kaum Quroisy meminta mukjizat
dari Nabi Muhammad, maka beliau menunjuk bulan, lalu bulan itu terbelah menjadi
dua, dan orang-orang pun menyaksikannya. Mengenai hal ini, Alloh Ta'ala
berfirman :
"Telah dekat datangnya saat itu dan telah
terbelah bulan. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda
(mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus
menerus" (Al-Qomar: 1-2)
Berbagai mukjizat yang dapat diindera yang sengaja
dibuat oleh Alloh Ta'ala untuk mengokohkan dan menolong para rosul-Nya ini
menunjukkan secara qoth'i akan adanya Alloh Ta'ala".
II. IMAN KEPADA RUBUBIYAH-NYA
Artinya, bahwa Dia adalah satu-satunya Robb yang
tak mempunyai sekutu maupun penolong. Robb adalah Dzat yang berwenang mencipta,
memiliki dan memerintah. Tiada pencipta selain Alloh, tiada yang memiliki
kecuali Alloh serta tiada yang berhak memerintah kecuali Alloh.
Alloh Ta'ala berfirman [artinya]:
"... ingatlah, mencipta dan memerintah
hanyalah wewenang Allah..."(Al-A'raaf: 54)
"...yang demikian itulah Rabb kalian. Hanya
milikNyalah segala kerajaan. Sedangkan orang-orang yang kamu seru (sembah)
selain Alloh itu tiada meniliki apaapa walau hanya setipis kulit ari pun"
(Faathir: 13)
Tidak ada ceritanya bahwa ada diantara makhluk ini
yang mengingkari rububiyah Alloh Ta'ala, kecuali karena ia sombong namun
sebenarnya ia tidak yakin dengan apa yang diucapkannya, ini seperti pernah
terjadi pada diri Fir'aun ketika berkata kepada kaumnya sebagaimana disebutkan
oleh Al-Quran:
“...akulah tuhan kalian yang maha tinggi!"
(An-Nazi'at: 24)
“Hai para pembesar kaumku, aka tidak tahu akan
adanya tuhan lain bagimu selain aku ... "(Al-Qoshosh: 38)
Namun sebenarnya yang dia katakan itu bukan berasal
dari keyakinan. Alloh Ta'ala, berfirman [artinya]:
“Mereka mengingkarinya lantaran kedzaliman dan
kesombongan (mereka) padahal sebenarnya di hati mereka meyakini
(kebenaran)nya..”(An-Naml: 14)
Musa pernah berkata kepada Fir'aun sebagamana yang
dikisahkan oleh Allah di dalam Al-Qur'an [artinya]:
“Musa menjawab: "Sesungguhnya kamu telah
mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizatmukjizat itu kecuali Tuhan Yang
memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata; dan sesungguhnya aku
mengira kamu, hai Fir'aun, seorang yang akan binasa” (Al-Israa: 102)
Karena itu, kaum musyrikin itu mengakui rububiyah
Alloh Ta'ala, namun mereka menyekutukan-Nya dalam hal uluhiyah-Nya. Alloh
Ta'ala, berfirman [artinya]:
“Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan
semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab:
"Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak
ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang
Empunya 'Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?"
Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala
sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari
(azab)-Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu
ditipu?" (AlMukminuun: 84-89)
Alloh Ta'ala juga berfirman [artinya]:
"Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka:
"Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka akan
menjawab: "Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Mengetahui" (AzZukhruf: 9)
Allah Ta'ala juga berfirman [artinya]:
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:
"Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab:
"Allah", maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah
Allah )?" (Az-Zukhruf: 87)
"Perintah" Robb di sini meiiputi segala
perintah yang bersifat kauni (alam) dan syar'i. Dia adalah pengatur alam
semesta ini, yang mengatur segala apa yang ada di dalamnya dengan kehendak-Nya
sendiri sejalan dengan hikmah-Nya; maka demikian juga, Dia adalah hakim yang
mensyariatkan peribadahan-peribadahan dan hukum-hukum muamalat sejalan dengan
hikmah-Nya pula. Siapa saja yang menjadikan pensyariat lain dalam
masalah-masalah ibadah atau menjadikan hakim lain dalam hal muamalah di samping
Alloh, maka ia berarti telah menyekutukan-Nya, dan dengan demikian ia berarti
belum merealisasikan keimanan.
III. IMAN KEPADA ULUHIYAH-NYA
Artinya bahwa Dia adalah satu-satunya ilah yang
haq, tiada sekutu bagi-Nya. Kata ilah disini bermakna ma'luh, yang berarti
ma'buud (yang disembah atau diibadahi) atas landasan kecintaan dan pengagungan.
Allah ta'ala berfirman [artinya]:
“'Ilah kamu adalah ilah yang satu; tiada ilah
selain Dia. Dia Maha Pemurah lagi Penyayang” (Al-Baqarah: 163)
Allah ta'ala juga berfirman [artinya]:
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan
Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan
orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(Ali 'Imraan: 18)
Segala yang dijadikan sebagai ilah disamping Allah,
yang disembah selain Allah, maka uluhiyah sembahan itu adalah bathil.
Allah berfirman [artinya]:
“Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya
Allah, Dialah (Tuhan) Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru
selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha
Tinggi lagi Maha Besar” (Al-Hajj: 62)
Ilah-ilah selain Allah itu tidak mempunyai hak
uluhiyah. Mengenai Latta, 'Uzza dan Manaat, Allah ta'ala berfirman [artinya]:
“Ilah-ilah itu tidak lain hanyalah nama-nama yang
kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak menurunkan suatu
keteranganpun untuk (menyembah) nya” (An-Najm: 23)
Allah ta'ala berfirman tentang Nabi Huud bahwa ia
pernah berkata kepada kaumnya [artinya]:
“Apakah kamu sekalian hendak berbantah dengan aku
tentang nama-nama ilah yang kamu beserta nenek moyangmu menamakannya, padahal
Allah sekali-kali tidak menurunkan hujjah untuk itu?” (Al-A'raaf: 71)
Alloh Ta'a1a, juga berfirman bahwa Nabi Yusuf
pernah berkata kepada penghuni penjara:
“Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik,
tuhantuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha
Perkasa? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya (menyembah)
namanama yang kamu dan nenek moyangmu membuatbuatnya. Allah tidak menurunkan
suatu keteranganpun tentang nama-nama sesembahan itu” (Yuusuf: 39-40)
Oleh karena itu, seluruh rosul 'alaihimussalam
selalu berkata kepada kaum mereka, "Ibadahilah Alloh; tiada ilah
selain-Nya bagi kalian”
Namun ternyata orang-orang musyrik itu enggan, dan
mereka tetap saja mengambil ilah-ilah lain selain Alloh yang mereka sembah di
samping Alloh serta dimintai pertolongan dan perlindungan.
Alloh Ta'ala telah membatilkan (menggugurkan)
tindakan kaum musyrikin mengambil ilah-ilah ini dengan dua keterangan (hujah)
'aqli:
Pertama:
Ilah-ilah yang disembah oleh kaum musyrikin ini
sama sekali tidak memiliki karakteristik uluhiyah sedikit pun. Ilah-ilah itu
sekedar makhluk yang tidak akan dapat mencipta, tidak dapat mendatangkan
kemanfaatan bagi penyembahnya, tidak dapat menolak kemadhorotan, dan mereka
tidak kuasa untuk menghidupkan atau mematikan mereka serta tidak memiliki apa
pun tentang apa yang ada di langit dan juga tidak mempunyai saham sedikit pun.
Alloh Ta'ala berfirman [artinya]:
"Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain
daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apapun,
bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu
kemudharatan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu kemanfaatanpun
dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula)
membangkitkan" (Al-Furqaan:3)
Allah ta'ala juga berfirman [artinya]:
"Katakanlah: " Serulah mereka yang kamu
anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat
zarrahpun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun
dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka
yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah
melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu"
(Saba': 22-23)
Allah juga berfirman [artinya]
“Apakah mereka mempersekutukan (Allah dengan)
berhala-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun? Sedangkan berhala-berhala
itu sendiri buatan orang. Dan berhala-berhala itu tidak mampu memberi
pertolongan kepada penyembah-penyembahnya dan kepada dirinya sendiripun
berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan” (Al-A'raaf: 191-192)
Jika seperti ini keadaan ilah-ilah itu, maka
menjadikannya sebagai ilah (sembahan) merupakan tindakan yang paling tolol dan
paling batil.
Kedua:
Sebenarnya kaum musyrikin itu mengakui bahwa Alloh
Ta'ala saja satu-satunya Robb pencipta (Khaliq) yang memegang kekuasaan atas
segala sesuatu, serta yang memberikan perlindungan; dan tidak ada yang dapat
dirindungi atau diselamatkan dari adzab-Nya. Hal ini sebenarnya mengandung
konsekuensi bahwa mereka harus mengesakan-Nya dalam hal uluhiyah. Sebagaimana
mereka telah mengesakan-Nya dalam hal rububiyah.
Alloh Ta'ala berfirman [artinya]:
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang
menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia
menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu
segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah[30], padahal kamu mengetahui” (Al-Baqarah: 21-22)
Allah ta'ala juga berfirman [artinya]:
“Sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, siapa
yang menciptakan mereka, tentu mereka akan menjawab, 'Allah'. Maka bagaimanakah
mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (Az-Zukhruf: 87)
Allah ta'ala juga berfirman [artinya]:
“Katakanlah: "Siapakah yang memberi rezki
kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan)
pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari
yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup] dan siapakah yang
mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab: "Allah".
Maka katakanlah "Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?" Maka (Zat
yang demikian) itulah Allah Tuhan kamu yang sebenarnya; maka tidak ada sesudah
kebenaran itu, melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan (dari
kebenaran)? “ (Yunus: 31-32)
IV. IMAN KEPADA NAMA-NAMA DAN SIFATSIFAT-NYA
Artinya, menetapkan apa saja yang telah ditetapkan
oleh Alloh T'ala bagi diri-Nya, yang tersebut dalam Kitab-Nya atau Sunnah
Rosul-Nya shallallahu 'alaihi wassalam tentang nama-nama (asma) dan sifat-sifat
yang sesuai dengan kelayakan bagi-Nya, tanpa (melakukan) tahrif, ta'thil,
takyif, dan tamtsil. Alloh Ta'ala berfrman [artinya]:
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah
kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang
yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka
akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan ”(Al-A'raaf: 180)
Hanya milik-Nya sifat Yang Maha Tinggi di langit
maupun di bumi. Firman Alloh Ta'ala [artinya]:
”Tiada sesuatu pun yng menyerupai-Nya. Dia Maha
Mendengar dan Melihat" (Asy-Syu'ar:11)
Dalam masalah ini ada dua golongan yang tersesat:
Pertama :
Golongan Mu'aththilah
Mereka adalah golongan yang mengingkari seluruh
asma' dan sifat Alloh, atau mengingkari sebagiannya, dengan anggapan (alasan)
bahwa penetapan asma' dan sifat-sifat itu berarti menuntut adanya penyerupaan
(tasybih); yaitu penyerupaan Alloh Ta'ala dengan makhluk-Nya. Anggapan semacam
ini adalah batil ditinjau dari berbagai sudut; di antaranya:
- Hal itu akan melahirkan konsekuensi-konsekuensi
yang batil, seperti kontradiksi mengenai firman-firman Alloh. Sebab, Alloh
Ta'ala telah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat bagi diri-Nya serta telah
menyatakan tiada sesuatu pun yang menyerupai-Nya. Jika penetapan asma' dan
sifat itu menuntut adanya penyerupaan (taybih), tentu hal ini menuntut adanya
kontradiksi dalam firman Alloh serta adanya satu frman yang mendustakan firman
lainnya.
- Adanya kesesuaian (kesamaan) antara dua hal
mengenai nama atau sifat, tidak mengharuskan keduanya sama. Anda dapat melihat
adanya dua orang yang sama-sama sebagai manusia yang mendengar, melihat dan
dapat berbicara. Namun kesamaan itu tidak mengharuskan adanya kesamaan di antara
keduanya mengenai maknamakna kemanusiaan, pendengaran, penglihatan dan
pembicaraan. Anda iuga mehhat berbagai binatang yang sama-sama mempunyai
tangan, kaki dan mata. Namun kesamaan seperti itu tidak mengharuskan kesamaan
(persis) mengenai tangat, kaki dan mata seluruh macam binatang tersebut.
Jika telah jelas adanya perbedaan antara berbagai
makhluk dalam hal yang terdapat kesamaannya mengenai nama atau sifatnya, maka
perbedaan antara Kholiq dengan makhluk tentunya jauh lebih jelas dan lebih
besar.
Kedua :
Golongan Musyabbihah
Mereka adalah orang-orang yang menetapkan asma' dan
sifat, namun mereka menyerupakan Alloh Ta'ala, dengan makhluk-Nya. Mereka
beranggapan bahwa ini merupakan konsekuensi dan petunjuk nash-nash yang ada,
karena Alloh Ta'ala menyatakan kepada para hambaNya dengan ungkapan yang dapat
mereka pahami. Anggapan ini adalah batil ditinjau dari berbagai sudut;
diantaranya:
# Keserupaan Alloh Ta'ala dengan makhluk-Nya
merupakan perkara yang batil, yang dibatilkan oleh akal maupun syara'. Dan
tidak mungkin bila konsekuensi dari nash-nash Kitab dan Sunnah itu merupakan
hal yang batil.
# Alloh Ta'ala memang mengatakan kepada para
hambaNya dengan ungkapan yang dapat mereka pahami dari segi asal maknanya.
Adapun hakikat yang dikandung oleh makna tersebut termasuk perkara yang hanya
diketahui oleh Alloh Ta'ala, termasuk mengenai sesuatu yang berkaitan dengan
Dzat dan sifat-sifat-Nya.
Jika Alloh Ta'ala, telah menetapkan bagi diri-Nya
bahwa Dia Maha Mendengar, maka pendengaran itu dapat kita ketahui bersama dari
segi asal maknanya, yaitu penangkapan terhadap suara. Akan tetapi hakikat dari
hal itu, jika dinisbatkan kepada pendengaran Alloh Ta'ala, maka hal itu tidak
kita ketahui. Karena hakikat pendengaran itu berbeda-beda, sekalipun antara sesama
makhluk, apalagi antara Kholiq dengan makhluk; tentunya perbedaannya lebih
jelas dan lebih besar.
Iman kepada Alloh Ta'a1a, sesuai dengan yang kita
kriteriakan di atas akan menghasilkan buah yang agung bagi orang-orang beriman,
di antaranya :
1. Terwujudnya ketauhidan kepada Alloh Ta'ala, di
mana selain Alloh tidak ada yang digantungi dalam rangka mengharap atau cemas
dan juga tidak ada yang diibadahi selain-Nya.
2. Sempurnanya kecintaan (mahabbah) kepada Alloh
Ta'a1a dan pengagungan terhadap-Nya sesuai dengan nama-nama-Nya yang indah dan
sifat-sifat-Nya yang tinggi.
3 . Terwujudnya peribadahan kepada-Nya dengan
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Landasan 2. Rukun Iman: 1. Iman kepada Allah
Reviewed by suqamuslim
on
16.00
Rating:
Tidak ada komentar: