Landasan 3.
Mengenal Nabi: Kewajiban hijrah
Hijrah ialah pindah dari lingkungan syirik ke
lingkungan Islami.
Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan ummat Islam. Dan kewajiban tersebut hukumnya tetap berlaku sampai
hari kiamat.
Dalil yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu
firman Allah ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat
dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) Malaikat bertanya:
"Dalam keadaan bagaimana kamu ini? Mereka menjawab: "adalah kami
orang-orang yang tertindas di negeri (Makah)". Para Malaikat berkata:
"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?
Orang-orang itu tempat tinggalnya neraka Jahannam dan Jahannam itu adalah
seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki
atau wanita ataupun anak-anak yang tidak
mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan
(untuk hijrah), mereka itu mudah-mudahan Allah memaafkannya. Dan Allah adalah
Maha Pema’af lagi Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa’: 97-99)
Dan firman Allah ta’ala:
“Hai hamba-hamba-Ku yang beriman!, sesungguhnya, bumi-Ku
luas, maka sembahlah Aku saja.” (QS. AlAnkabut: 56).
Al Baghawi rahimahullah, berkata: “Ayat ini, sebab
turunnya, adalah ditujukan kepada orang-orang muslim yang masih berada di
Makkah, yang mereka itu belum juga berhijrah. Karena itu, Allah menyeru kepada
mereka dengan sebutan orang-orang yang beriman.”
Adapun dalil dari sunnah yang menunjukkan kewajiban
hijrah, yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Hijrah tetap akan berlangsung selama pintu taubat
belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup sebelum matahari terbit
dari barat"
Syarah dari Syaikh Muhammad bin Shalih
AlUtsaimin
[Definisi hijrah]
Secara bahasa, kata hijroh, diambil dari kata
“hajr” artinya, “tark” (meninggalkan).
Sedangkan menurut syara', adalah sebagaimana yang
dikatakan oleh Syaikh di atas yaitu, “Berpindah dari negeri syirik menuju
negeri Islam”.Negeri syirik adalah negeri yang di dalamnya ditegakkan
syiar-syiar kekufuran dan tidak ditegakkan syiar-syiar Islam,seperti
adzan,sholat jamaah,hari-hari raya dan sholat jumat dalam bentuk secara umum
dan menyeluruh.Kami katakan,”Dalam bentuk secara umum dan menyeluruh”hanya saja
agar mengandung pengertian tidak termasuk syiar-syiar semacam ini yang dalam
bentuk terbatas,seperti yang terjadi pada negeri-negeri kaum kufar yang di
dalamnya terdapat minoritas muslim.Yang demikian ini tidak bisa dikatakan
sebagai negeri Islam,meskipun kaum minoritas muslim yang tinggal di negeri itu
dapat menegakkan sebagian dari syiar-syiar Islam.Yang di maksud dengan
negeri-negeri Islam adalah negeri-negeri yang didalamnya ditegakkan syiar-syiar
Islam dalam bentuk secara umum dan menyeluruh.
[Yang diwajibkan hijrah]
Pada ayat ini terdapat dalil bahwa mereka yang
tidak ikut hijrah,padahal mereka mampu berhijrah,maka malaikat akan mematikan
mereka dan mendampar mereka dengan mengatakan,”Bukankah bumi Alloh itu luas
sehingga kalian dapat berhijrah ke sana?”Adapun orang -orang yang memang tidak
mampu melakukan hijrah dari kalangan orang-orang yang tertindas, maka Alloh
memberi maaf kepada mereka karena ketidakmampuan mereka untuk berhijrah. Dan
Alloh tidak akan membebani seseorang melaikan sebatas kesanggupan.
[Al-Baghowi rahimahullah berkata]
Jelasnya, bahwa Syaikh rohimahumullah mengutip dari
Al-Baghowi secara maknanya saja, jika memang beliau mengutip dari Tafsir
Al-Baghowi. Mengingat di dalam Tafsir Al-Baghowi mengenai ayat ini, tidak
terdapat kelimat seperti ini.
[Kewajiban hijrah tetap ada sampai hari kiamat]
Yang demikian itu terjadi ketika berakhirnya amal
sholih untuk dapaat diterima. Allah Ta'la berfirman yang artinya:
"…..pada hari datangnya sebagian ayat-ayat
Rabbmu,tidaklah bermanfaat lagi keimanan seseorang bagi dirinya sendiri yang
belum beriman sebelum itu,atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa
imannya...." (Al-An'am: 158).
Yang dimaksud dengan sebagian dari ayat-ayat Rabbmu
di sini adalah terbitnya matahari dari tempaat terbenamnya.
HUKUM SAFAR KE NEGERI-NEGERI KAFIR
Safar (berpergian) ke negeri-negeri kaum kufar
tidak dibolehkan, kecuali dengan tiga syarat:
• Harus punya ilmu untuk menolak syubhat (keraguan,
kesamaran)
• Harus punya agama yang dapat membentengi diri
dari “Syahwat”
• Jika memang di perlukan.
Jika ketiga syarat ini belum, terpenuhi, maka tidak
dibolehkan melakukan safar ke negeri-negeri kaum kufar. Mengingat dalam hal itu
akan terjadi fitnah atau dekhawatirkan akan terjadi fitnah, di samping
terjadinya penghamburan harta. Sebab untuk melakukan safar inil,seseorang harus
mengeluarkan biaya yang cukup banyak.
Adapun jika ada kepentingan untuk itu, dalam rangka
berobat atau menimba ilmu yang tidak ada di negeri sendiri, sementara ada ilmu
dan agama sebagaimana yang kami kriteriakan di atas, maka tidak mengapa
melakukan safar ke negeri-negeri kaum kufar itu.
Sedangkan safar dengan tujuan wisata ke
negeri-negeri kaum kufar, maka ini namanya bukan 'kepentingan', karena masih
ada alternatif untuk berkunjung ke negerinegeri Islam yang penduduknya masih
memeliraha syiarsyiar Islam. Negeri kita sekarang ini, alhamdulillah,sudah
menjadi negeri wisata untuk beberapa wilayah. Maka tempat-tempat itu dapat
dikunjungi untuk mengisi masa liburan.
Lebih-lebih bermukim di negeri-negeri kaum kufar,
maka bahayanya akan lebih besar lagi terhadap agama seorang muslim, juga
terhadap akhlak, perilaku dan moralnya. Kami sendiri dan juga yang lain telah
menyaksikan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh kebanyakan orang-orang yang
tinggal di sana, dan ketika mereka kembali, keadaan mereka tidak sebagaimana
ketika pergi. Mereka kembali dalam keadaan fasik ,dan ada sebagian dari mereka
yang kembali dalam keadaan murtad dari agamanya, mengkufuri agamanya dan juga
mengkufuri seluruh agama yang ada wal' iyadzu billah, sehingga mereka menjadi
manusia ateis tulen dan suka memperolokkan agama dan para penganut agama, baik
terhadap orang-orang terdahulu maupun terhadap orangorang berikutnya. Oleh
karena itu, sudah seharusnya, bahkan harus dapat dipastikan keterpeliharaan
dari hal itu, dan harus dibuat syarat-syarat yang dapat mencegah kecenderungan
untuk terjerumus ke jurang kebinasaan itu.
BERMUKUM DI NEGERI-NEGERI KAFIR HARUS MEMENUHI 2
SYARAT POKOK:
Pertama: Pemukim harus dapat menjaga agamanya, di
mana tentunya ia harus punya ilmu dan keimanan serta ketetapan hati yang kuat,
yang dapat menjadikan dirinya tetap berpegang teguh trhadap agamanya serta
dapat berhati-hati dari penyelewengan dan penyimpangan. Dia juga harus tetap
menyimpan permusuhan dan rasa benci terhadap orang-orang kafir, serta tidak
memberikan perwalian dan kecintaan terhadap mereka, karena hal itu dapat
manafikan keimanan kepda Alloh. Alloh Ta'ala berfirman:
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman
kepada Alloh dan hari akhir saling berkasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Alloh dan RosulNya, sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak
mereka sendiri, atau anak-anak mereka, atau saudarasaudara mereka, atau
keluarga mereka (Al Mujadilah : 28)
Alloh Ta'ala juga berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi wali(mu); sebagian mereka
adalah wali bagi sebagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zholim. Maka
kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang
munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, 'Kami
takut akan mendapat bencana'. Mudah-mudahan Alloh akan mendatangkan kemenangan
(kepada RosulNya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu,
mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka
(al Ma'idah : 51-52).
Dalam sebuah hadits yang shohih dari Nabi
shallallahu 'alaihi wassalam disebutkan:
“Bahwasanya barangsiapa yang mencintai suatu kaum,
maka ia termasuk bagian dari mereka. Dan bahwasanya seseorang itu berserta
orang yang dicintainya”.
Mencintai musuh-musuh Alloh merupakan salah satu
bahaya terbesar atas seorang muslim, karena mencintai mereka itu mengandung
konsekuensi kesejalanan dengan mereka dan mengikuti mereka. Atau, paling tidak,
tidak melakukan pengingkaran terhadap mereka. Oleh karena itu Nabi shallallahu
'alaihi wassalam bersabda,
“Barangsiapa yang mencintai suatu kaum, maka ia
termasuk bagian dari mereka”.
Kedua: Memungkinkan untuk menampakkan agamanya, di
mana ia bisa menegakkan syiar-syiar Islam tanpa ada yang menghalangi, tidak
dihalangi untuk menegakkan sholat Jum'at dan menunaikan sholat jamaan jika ada
orang lain yang menyertainya untuk berjamaah dan sholat Jum'at, serta tidak
dihalangi untuk menunaikan zakat, berpuasa, haji dan syiar-syiar agama lainnya.
Jika tidak memungkinkan untuk dapat melakukan itu semua, maka tidak dibolehkan
bermukim di situ, bahkan justru wajib hijrah dari situ. Dalam kitab Al-Mughni,
Juz VIII, hal 458 tentang kriteria orang berkenaan dengan hukum hijrah, di
antaranya disebutkan, “orang yang mendapat kewajiban hijrah, yaitu orang yang
mampu melakukannya, dan di tempat ia tinggal tidak memungkinkan baginya untuk
menampakkan agamanya serta tidak memungkinkan untuk menegakkan
kewajibankewajiban agamanya dikarenakan ia bermukim di tengah-tengah kaum
kufar. “Dalam keadaan seperti ini, ia wajib melakukan hijrah, berdasarkan
firman Alloh Ta'ala :
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat
dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya,
'Dalam keadaan bagaimana kamu ini'. Mereka menjawab 'Adalah kami orang-orang
yang tertindas di negeri (Mekah)'. Para malaikat berkata, 'Bukankah bumi Alloh
itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu'. Orang-orang itu tempatnya
neraka Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruknya tempat kembali”. (An nisa :
97)
Ini merupakan ancaman keras yang menunjukan
kewajiban hijrah. Dan karena menegakkan kewajiban agama adalah kewajiban atas
setiap orang yang mampu menunaikannya, sementara hijrah merupakan bagian dari
'kebutuhan pokok dan penyempurna dalam menjalankan kewajiban'; sedangkan 'suatu
saran yang tidak akan sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka ia
hukumnya menjadi wajib'.
Setelah terpenuhinya kedua syarat pokok ini, maka
masalah bermukim di darul kufr (negeri kafir) ini terbagi menjadi beberapa
kriteria sebagai berikut :
Pertama:
Bermukim dalam rangka dakwah (menyeru) kepada Islam
dan membantu orang agar menyenangi Islam. Yang demikian ini merupakan salah
satu bentuk jihad. Hukumnya fardhu kifayah atas orang yang mampu melakukannya,
dengan syarat bahwa dakwah dapat diwujudkan dan tidak ada pihak yang
merintanginya. Sebab mendakwahkan Islam merupakan bagian dari kewajiban agama,
dan juga merupakan jalannya para rosul. Nabi shallallahu 'alaihi wassalam telah
memerintahkan untuk mentablighkan Islam yang dibawa oleh beliau di setiap waktu
dan tempat. Beliau shallallahu 'alaihi wassalam bersabda : “Sampaikanlah (ajaran)
dariku, sekalipun hanya satu ayat!'.
Kedua:
Bermukim dalam rangka mempelajari (mengamati)
keberadaan orang-orang kafir serta mengenal apa yang ada pada diri mereka,
berupa kerusakan akidah, kebatilan peribadahan, kerusakan akhlak, dan kekacauan
perilaku, agar dia dapat memperingatkan manusia dari ketertipuan oleh mereka
serta dapat menjelaskan kepada orang-orang yang mengagumi mereka tentang
hakikat keberadaan mereka itu. Bermukim dengan tujuan seperti ini merupakan
salah satu bentuk jihad juga. Sebab yang demikian ini mengandung unsur
kewaspadaan dari kekufuran dan ahli kufur serta mengandung unsur ajakan kepada
Islam dan petunjuknya. Mengingat rusaknya kekufuran itu merupakan bukti
kebaikan Islam. Seperti kata pepatah, “Dengan kebaikannya, segala sesuatu itu
menjadi jelas.” Namun ini harus dengan syarat bahwa tujuan ini akan dapat
terwujud tanpa adanya mafsadah (kerusakan) yang lebih besar darinya. Juka
tujuan ini tidak bisa terwujud, lantaran orang yang menyebarkan apa yang ada
pada diri mereka serta mewaspadai mereka itu ditahan, maka tidak ada faedahnya
lagi namun malah justru menimbulkan mafsadah yang lebih besar, misalnya mereka
justru membalas tindakan tersebut dengan mencela Islam, utusan Islam serta
imam-imam Islam. Maka yang demikian ini wajib dihentikan dan dihindari. Alloh
Ta'ala berfirman yang artinya:
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang
mereka sembah selain Alloh,karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampui batas tanpa pengetahuan.Demikian kami jadikan setiap umata menganggap
baik pekerjaan mereka.Kemudian kepada Rabb mereka,mereka akan kembali,lalu Dia
memberikan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”(Al – An'am (6) : 108
)
Yang serupa dengan ini adalah bermukim di negeri
kufur sebagai mata-mata baut kaum muslimin, agar ia tahu apa yanga mereka
rencanakan terhadap kaum muslimin berupa barbagai bentuk tipu daya, sehingga
kaum muslimin dapat berhati-hati dan waspad terhadap mereka, sebagaimana Nabi
shallallahu 'alaihi wassalam pernah mengutus Hudzaifah bin Al-Yaman ke kawasan
orangorang musyrik pada waktu perang Khondaq dengan tujuan agar dapat
mengetahui berita mereka.
Kertiga:
Bermukim untuk kepentingan negara Islam dan
mengatur hubungannya dengan negara-negara kafir, seperti para pegawai kedutaan.
Hukumnya adalah sesuai dengan maksud dan tujuannnya.Atase kebudayaan
(pendidikan) misalnya, bermukim di suatu negara dalam tangka menjaga dan
melindungi para siswa serta menggiring dan membawa mereka untuk tetap komitmen
terhadap agama Islam, serta terhadap akhlak dan adab Islam. Dengan demikian,
bermukim atase tersebut jelas membawa kemslahatan yang besar, dan dapat
dihindari pula keburukan yang besar.
Keempat:
Bermukim untuk kepentingan khusus yang mubah
hukumnya, seperti berdagang dan melakukan pengobatan.Bermukim semacam ini di
bolehkan sesuai dengan keperluan. Para ahli ilmu telah menegaskan tentang
bolehnya masuk ke negeri-negeri kufur dalam rangka dagang. Para ahli ilmu ini
mengambil dasar atsar dari sebagian sahabat.
Kelima:
Bermukim dalam rangka belajar (sekolah). Ini
berarti termasuk kategori yang sebelumnya (keempat), yaitu bermukim untuk suatu
kepentingan. Namun ini lebih berbahaya terhadap agama dan akhlak si pemukim.
Seorang siswa tentu akan merasakan kerendahan martabat atau statusnya dan
merasakan ketinggian martabat guru-gurunya. Ini akan memunculkan pengagungan
terhadap mereka serta perasaan puas terhadap pendapat-pendapat mereka,
pemikiranpemikiran mereka serta perilaku mereka, sehingga akhirnya ia akan
taklid kepada mereka, kecauali orang yang dikehendaki oleh Alloh untuk bisa
selamat, namun jumlahnya sedikit. Dan juga seorang siswa akan merasakan juga
kepentingan terhadap gurunya, sehingga hal ini akan melahirkan cinta ksih
kepadanya serta menyanjungnya terhadap apa yang ada pada gurunya itu, berupa
penyimpangan dan kesesatan. Di samping itu, seorang siswa di tempat ia belajar
tentu mempunyai banyak kawan; dan diantara sekian banyak kawannya itu, ia tentu
punya beberapa teman dekat yang ia cintai dan ia percayai, serta mengambil
keuntungan dari mereka. Dikarenakan adanya bahaya bermukim dalam rangka sekolah
semacam ini, maka penjagaan terhadap diri harus lebih optimal melebihi yang
sebelumnya. Dan untuk hal ini, di samping dua syarat pokok di atas yang harus
dipenuhi, ada lagi syarat-syarat tambahan yang harus dipenuhi pula yaitu :
1. Siswa harus benar-benar mempunyai kematangan
akal pikiran yang dapat membedakan antara yang bermanfaat dan bermadhorot serta
dapat melihat masa depan yang jauh. Sedangkan pengiriman siswa-siswa yang masih
kecil umurnya dan yang akalnya masih kerdil, maka ia akan sangat membahayakan
agama, akhlak dan perilaku mereka; disamping juga akan membawa terhadap umat
mereka, di mana mereka tentu akan kembali ke negerinya dan 'menyemburkan'
racun-racun yang telah mereka teguk dari orang-orang kafir itu, sebagaimana
kenyataan yang terjadi. Banyak dari mereka yang dikirim belajar itu, pulang ke
kampung halaman tidak sebagaimana ketika mereka pergi. Mereka kembali dalam
keadaan menyimpang dari agama, akhlak dan perilaku mereka sebelumnya. Yang
terjadi selanjutnya adalah bahaya terhadap diri mereka sendiri dan juga
terhadap masyarakatnya, seperti yang dapat kita ketahui dan kita saksikan.
Perumpamaan dari pengiriman mereka itu tidak lain adalah seperti menyuguhkan
biri-biri ke hadapan serigala.
2. Siswa harus memiliki syariah yang
memungkinkannya untuk dapat membedakan antara yang haw dan yang batil, serta
dapat menyingkirkan kebatilan itu dengan kebenaran agar ia tidak tertipu oleh
kebatilan yang ada pada diri mereka, sehingga mengira kebatilan tersebut
merupakan kebenaran, atau kebatilan itu menjadi rancu baginya, atau tidak mampu
menolaknya sehingga ia terus menjadi bingung, atau malah mengikuti kebatilan
itu.
Dalam doa ma'tsur diajarkan :
“Ya Alloh,
perlihatkan aku bahwa yang benar itu benar, dan berilah aku kekuatan untuk
mengikutinya. Dan perlihatkanlah aku bahwa yang batil itu batil, dan berilah
aku kekuatan untuk menjauhinya. Jangan Engkau jadikan kebatilan itu rancu
bagiku, sehingga aku bisa tersesat.”
3. Si siswa harus memiliki agama yang dapat
melindunginya, dan dengan agamanya itu ia dapat membentengi diri dari kekufuran
dan kefasikan. Orang yang lemah agamanya tidak bisa selamat bila bermukim di
sana, kecuali jika Alloh menghendaki. Itu dikarenakan kuatnya berbagai hantaman
kefasikan di sana sangat kuat, banyak dan beraneka ragam. Dan jika hal ini
menimpa obyek yang lemah pertahanannya, maka sudah tentu memberikan pengaruh.
4. Ilmu yang dipelajari di sana itu benar-benar
dibutuhkan, di mana mempelajari ilmu tersebut akan membawa kemaslahatan bagi
kaum muslimin, sementara di negara-negara kaum muslimin tidak terdapat
sekolahan yang setara dengan sekolahan tersebut. Kalau hanya sekedar ilmu-ilmu
tambahan yang tidak mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin, atau bila di
negeri-negeri islam saja terdapat sekolah yang setara, maka ia tidak boleh
bermukim di negeri-negeri kafir demi ilmu-ilmu tersebut. Sebab, kebermukiman
tersebut membahayakan agama dan akhlak serta menghamburkan harta yang cukup
banyak tanpa faedah.
Keenam:
Bermukim untuk menetap. Itu lebih berbahaya
daripada sebelumnya, karena akan mengakibatkan terjadinya berbagai kerusakan
disebabkan oleh adanya pergaulan atau hubungan sosial yang sempurna dengan ahli
kufur, dan ia akan punya perasaan bahwa dirinya adalah salah seorang warga
negara yang komitmen terhadap tuntutan nasionalisme, berupa kecintaan,
perwalian dan memperbanyak jumlah mayoritas kufar. Keluarganya akan terdidik di
tengah-tengah ahli kufur. Sehingga ia akan mengambil moral dan adat kebiasaan
mereka.
Bahkan boleh jadi ia akan bertaklid kepada mereka
dalam hal akidah (ideologi) dan peribadahan. Oleh karena itu, diriwayatkan
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wassalam bersabda : “Siapa yang mengumpuli orang
musyrik dan tinggal bersamanya, maka ia seperti dia”.
Hadist ini, sekalipun sanadnya dho'if, namun
mengandung pengertian yang dapat diterima oleh akal, mengingat bahwa hidup atau
tinggal berdampingan itu akan mengakibatkan adanya saling membentuk satu sama
lain. Diriwayatkan dari Qois bin Hazim, dari Jarir bin 'Abdillah bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wassalam bersabda :
“Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal
di tengah-tengah komunitas kaum musyrikin”. Para sahabat kemudian bertanya, “Ya
Rosululloh, mengapa demikian?' Beliau menjawab 'Tidak kelihatan api (neraka)
keduanya!” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan AtTirmidzi; kebanyakan rowi
meriwayatkan secara mursal dari Qois bin Hazim dari Nabi shallallahu 'alaihi
wassalam At-Tirmidzi berkata, “Aku telah mendengar Muhammad (yakni Imam
Al-Bukhori) mengatakan bahwa yang benar, hadits Qois ini adalah mursal”.
Bagaimana mungkin jiwa seorang muslim bisa baik
bila tinggal di negeri-negeri kaum yang di dalamnya dipublikasikan syiar-syiar
kekufuran, dan juga hukum yang ada didalamnya diperuntukan selain Alloh dan
Rosul-Nya, sedangkan ia menyaksikan hal itu dengan mata kepalanya sendiri.
Menisbatkan dirinya kepada negeri tersebut, tinggal di dalamnya bersama isri
dan anak-anaknya, serta merasa tenang di dalamnya sebagaimana ketenangannya
bila berada di negeri-negeri kaum muslimin; padahal di negeri kafir tersebut
terdapat bahaya yang besar terhadap dirinya, istrinya dan anakanaknya berkenaan
dengan agama dan akidah mereka.
Ini yang dapat kami sampaikan berkenaan dengan
hukum bermukim di negeri-negeri kafir. Kami memohon kepada Alloh kiranya yang
kami sampaikan ini sesuai dengan kebenaran.
Landasan 3. Mengenal Nabi: Kewajiban hijrah
Reviewed by suqamuslim
on
16.07
Rating:
Tidak ada komentar: