Landasan 3. Mengenal Nabi: Kewajiban
hijrah
Hijrah ialah pindah dari lingkungan syirik ke lingkungan
Islami.
Hijrah ini merupak Hijrah ini merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan
ummat Islam. Dan kewajiban tersebut hukumnya tetap
berlaku sampai hari kiamat.
Dalil yang menunjukkan kewajiban hijrah, yaitu firman
Allah ta’ala:
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat
dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka)
Malaikat bertanya: "Dalam keadaan bagaimana kamu
ini? Mereka menjawab: "adalah kami orang-orang yang
tertindas di negeri (Makah)". Para Malaikat berkata:
"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat
berhijrah di bumi itu? Orang-orang itu tempat tinggalnya
neraka Jahannam dan Jahannam itu adalah seburuk-buruk
tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas, baik
laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk
hijrah), mereka itu mudah-mudahan Allah
memaafkannya. Dan Allah adalah Maha Pema’af lagi
Maha Pengampun.” (QS. An-Nisa’: 97-99)
Dan firman Allah ta’ala:
“Hai hamba-hamba-Ku yang beriman!, sesungguhnya,
bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja.” (QS. AlAnkabut:
56).
Al Baghawi rahimahullah, berkata: “Ayat ini, sebab
turunnya, adalah ditujukan kepada orang-orang muslim
yang masih berada di Makkah, yang mereka itu belum
juga berhijrah. Karena itu, Allah menyeru kepada mereka
dengan sebutan orang-orang yang beriman.”
Adapun dalil dari sunnah yang menunjukkan kewajiban
hijrah, yaitu sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
“Hijrah tetap akan berlangsung selama pintu taubat
belum ditutup, sedang pintu taubat tidak akan ditutup
sebelum matahari terbit dari barat"
Syarah dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
[Definisi hijrah]
Secara bahasa, kata hijroh, diambil dari kata “hajr”
artinya, “tark” (meninggalkan).
Sedangkan menurut syara', adalah sebagaimana yang
dikatakan oleh Syaikh di atas yaitu, “Berpindah dari
negeri syirik menuju negeri Islam”.Negeri syirik adalah
negeri yang di dalamnya ditegakkan syiar-syiar
kekufuran dan tidak ditegakkan syiar-syiar Islam,seperti
adzan,sholat jamaah,hari-hari raya dan sholat jumat
dalam bentuk secara umum dan menyeluruh.Kami
katakan,”Dalam bentuk secara umum dan
menyeluruh”hanya saja agar mengandung pengertian
tidak termasuk syiar-syiar semacam ini yang dalam
bentuk terbatas,seperti yang terjadi pada negeri-negeri
kaum kufar yang di dalamnya terdapat minoritas
muslim.Yang demikian ini tidak bisa dikatakan sebagai
negeri Islam,meskipun kaum minoritas muslim yang
tinggal di negeri itu dapat menegakkan sebagian dari
syiar-syiar Islam.Yang di maksud dengan negeri-negeri
Islam adalah negeri-negeri yang didalamnya ditegakkan
syiar-syiar Islam dalam bentuk secara umum dan
menyeluruh.
[Yang diwajibkan hijrah]
Pada ayat ini terdapat dalil bahwa mereka yang tidak ikut
hijrah,padahal mereka mampu berhijrah,maka malaikat
akan mematikan mereka dan mendampar mereka dengan mengatakan,”Bukankah bumi Alloh itu luas sehingga
kalian dapat berhijrah ke sana?”Adapun orang -orang
yang memang tidak mampu melakukan hijrah dari
kalangan orang-orang yang tertindas, maka Alloh
memberi maaf kepada mereka karena ketidakmampuan
mereka untuk berhijrah. Dan Alloh tidak akan
membebani seseorang melaikan sebatas kesanggupan.
[Al-Baghowi rahimahullah berkata]
Jelasnya, bahwa Syaikh rohimahumullah mengutip dari
Al-Baghowi secara maknanya saja, jika memang beliau
mengutip dari Tafsir Al-Baghowi. Mengingat di dalam
Tafsir Al-Baghowi mengenai ayat ini, tidak terdapat
kelimat seperti ini.
[Kewajiban hijrah tetap ada sampai hari kiamat]
Yang demikian itu terjadi ketika berakhirnya amal sholih
untuk dapaat diterima. Allah Ta'la berfirman yang
artinya:
"…..pada hari datangnya sebagian ayat-ayat
Rabbmu,tidaklah bermanfaat lagi keimanan seseorang
bagi dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu,atau
dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa
imannya...." (Al-An'am: 158).
Yang dimaksud dengan sebagian dari ayat-ayat Rabbmu
di sini adalah terbitnya matahari dari tempaat
terbenamnya.
Safar (berpergian) ke negeri-negeri kaum kufar tidak
dibolehkan, kecuali dengan tiga syarat:
- Harus punya ilmu untuk menolak syubhat (keraguan, kesamaran)
- Harus punya agama yang dapat membentengi diri dari “Syahwat”
- Jika memang di perlukan.
Jika ketiga syarat ini belum, terpenuhi, maka tidak
dibolehkan melakukan safar ke negeri-negeri kaum kufar.
Mengingat dalam hal itu akan terjadi fitnah atau
dekhawatirkan akan terjadi fitnah, di samping terjadinya
penghamburan harta. Sebab untuk melakukan safar
inil,seseorang harus mengeluarkan biaya yang cukup
banyak.
Adapun jika ada kepentingan untuk itu, dalam rangka
berobat atau menimba ilmu yang tidak ada di negeri
sendiri, sementara ada ilmu dan agama sebagaimana
yang kami kriteriakan di atas, maka tidak mengapa
melakukan safar ke negeri-negeri kaum kufar itu.
Sedangkan safar dengan tujuan wisata ke negeri-negeri
kaum kufar, maka ini namanya bukan 'kepentingan',
karena masih ada alternatif untuk berkunjung ke negerinegeri
Islam yang penduduknya masih memeliraha syiarsyiar
Islam. Negeri kita sekarang ini, alhamdulillah,sudah
menjadi negeri wisata untuk beberapa wilayah. Maka tempat-tempat itu dapat dikunjungi untuk mengisi masa
liburan.
Lebih-lebih bermukim di negeri-negeri kaum kufar, maka
bahayanya akan lebih besar lagi terhadap agama seorang
muslim, juga terhadap akhlak, perilaku dan moralnya.
Kami sendiri dan juga yang lain telah menyaksikan
adanya penyimpangan yang dilakukan oleh kebanyakan
orang-orang yang tinggal di sana, dan ketika mereka
kembali, keadaan mereka tidak sebagaimana ketika pergi.
Mereka kembali dalam keadaan fasik ,dan ada sebagian
dari mereka yang kembali dalam keadaan murtad dari
agamanya, mengkufuri agamanya dan juga mengkufuri
seluruh agama yang ada wal' iyadzu billah, sehingga
mereka menjadi manusia ateis tulen dan suka
memperolokkan agama dan para penganut agama, baik
terhadap orang-orang terdahulu maupun terhadap orangorang
berikutnya. Oleh karena itu, sudah seharusnya,
bahkan harus dapat dipastikan keterpeliharaan dari hal
itu, dan harus dibuat syarat-syarat yang dapat mencegah
kecenderungan untuk terjerumus ke jurang kebinasaan
itu.
BERMUKUM DI NEGERI-NEGERI KAFIR
HARUS MEMENUHI 2 SYARAT POKOK:
Pertama: Pemukim harus dapat menjaga agamanya, di
mana tentunya ia harus punya ilmu dan keimanan serta
ketetapan hati yang kuat, yang dapat menjadikan dirinya
tetap berpegang teguh trhadap agamanya serta dapat
berhati-hati dari penyelewengan dan penyimpangan. Dia
juga harus tetap menyimpan permusuhan dan rasa benci terhadap orang-orang kafir, serta tidak memberikan
perwalian dan kecintaan terhadap mereka, karena hal itu
dapat manafikan keimanan kepda Alloh. Alloh Ta'ala
berfirman:
“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman
kepada Alloh dan hari akhir saling berkasih sayang
dengan orang-orang yang menentang Alloh dan RosulNya,
sekalipun orang-orang itu adalah bapak-bapak
mereka sendiri, atau anak-anak mereka, atau saudarasaudara
mereka, atau keluarga mereka (Al Mujadilah :
28)
Alloh Ta'ala juga berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
wali(mu); sebagian mereka adalah wali bagi sebagian
yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi wali, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zholim.
Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit
dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera
mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata,
'Kami takut akan mendapat bencana'. Mudah-mudahan
Alloh akan mendatangkan kemenangan (kepada RosulNya),
atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena
itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka
rahasiakan dalam diri mereka (al Ma'idah : 51-52).
Dalam sebuah hadits yang shohih dari Nabi shallallahu
'alaihi wassalam disebutkan:
“Bahwasanya barangsiapa yang mencintai suatu kaum,
maka ia termasuk bagian dari mereka. Dan bahwasanya
seseorang itu berserta orang yang dicintainya”.
Mencintai musuh-musuh Alloh merupakan salah satu
bahaya terbesar atas seorang muslim, karena mencintai
mereka itu mengandung konsekuensi kesejalanan dengan
mereka dan mengikuti mereka. Atau, paling tidak, tidak
melakukan pengingkaran terhadap mereka. Oleh karena
itu Nabi shallallahu 'alaihi wassalam bersabda,
“Barangsiapa yang mencintai suatu kaum, maka ia
termasuk bagian dari mereka”
Kedua: Memungkinkan untuk menampakkan agamanya,
di mana ia bisa menegakkan syiar-syiar Islam tanpa ada
yang menghalangi, tidak dihalangi untuk menegakkan
sholat Jum'at dan menunaikan sholat jamaan jika ada
orang lain yang menyertainya untuk berjamaah dan
sholat Jum'at, serta tidak dihalangi untuk menunaikan
zakat, berpuasa, haji dan syiar-syiar agama lainnya. Jika
tidak memungkinkan untuk dapat melakukan itu semua,
maka tidak dibolehkan bermukim di situ, bahkan justru
wajib hijrah dari situ. Dalam kitab Al-Mughni, Juz VIII,
hal 458 tentang kriteria orang berkenaan dengan hukum
hijrah, di antaranya disebutkan, “orang yang mendapat
kewajiban hijrah, yaitu orang yang mampu
melakukannya, dan di tempat ia tinggal tidak memungkinkan baginya untuk menampakkan agamanya
serta tidak memungkinkan untuk menegakkan kewajibankewajiban
agamanya dikarenakan ia bermukim di
tengah-tengah kaum kufar. “Dalam keadaan seperti ini, ia
wajib melakukan hijrah, berdasarkan firman Alloh Ta'ala:
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat
dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka)
malaikat bertanya, 'Dalam keadaan bagaimana kamu ini'.
Mereka menjawab 'Adalah kami orang-orang yang
tertindas di negeri (Mekah)'. Para malaikat berkata,
'Bukankah bumi Alloh itu luas, sehingga kamu dapat
berhijrah di bumi itu'. Orang-orang itu tempatnya neraka
Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruknya tempat
kembali”. (An nisa : 97)
Ini merupakan ancaman keras yang menunjukan
kewajiban hijrah. Dan karena menegakkan kewajiban
agama adalah kewajiban atas setiap orang yang mampu
menunaikannya, sementara hijrah merupakan bagian dari
'kebutuhan pokok dan penyempurna dalam menjalankan
kewajiban'; sedangkan 'suatu saran yang tidak akan
sempurna suatu kewajiban kecuali dengannya, maka ia
hukumnya menjadi wajib'.
Setelah terpenuhinya kedua syarat pokok ini, maka
masalah bermukim di darul kufr (negeri kafir) ini terbagi
menjadi beberapa kriteria sebagai berikut :
Pertama:
Bermukim dalam rangka dakwah (menyeru) kepada
Islam dan membantu orang agar menyenangi Islam.
Yang demikian ini merupakan salah satu bentuk jihad.
Hukumnya fardhu kifayah atas orang yang mampu
melakukannya, dengan syarat bahwa dakwah dapat
diwujudkan dan tidak ada pihak yang merintanginya.
Sebab mendakwahkan Islam merupakan bagian dari
kewajiban agama, dan juga merupakan jalannya para
rosul. Nabi shallallahu 'alaihi wassalam telah
memerintahkan untuk mentablighkan Islam yang dibawa
oleh beliau di setiap waktu dan tempat. Beliau shallallahu
'alaihi wassalam bersabda : “Sampaikanlah (ajaran)
dariku, sekalipun hanya satu ayat!'.
Kedua:
Bermukim dalam rangka mempelajari (mengamati)
keberadaan orang-orang kafir serta mengenal apa yang
ada pada diri mereka, berupa kerusakan akidah, kebatilan
peribadahan, kerusakan akhlak, dan kekacauan perilaku,
agar dia dapat memperingatkan manusia dari ketertipuan
oleh mereka serta dapat menjelaskan kepada orang-orang
yang mengagumi mereka tentang hakikat keberadaan
mereka itu. Bermukim dengan tujuan seperti ini
merupakan salah satu bentuk jihad juga. Sebab yang
demikian ini mengandung unsur kewaspadaan dari
kekufuran dan ahli kufur serta mengandung unsur ajakan
kepada Islam dan petunjuknya. Mengingat rusaknya
kekufuran itu merupakan bukti kebaikan Islam. Seperti
kata pepatah, “Dengan kebaikannya, segala sesuatu itu
menjadi jelas.” Namun ini harus dengan syarat bahwa tujuan ini akan dapat terwujud tanpa adanya mafsadah
(kerusakan) yang lebih besar darinya. Juka tujuan ini
tidak bisa terwujud, lantaran orang yang menyebarkan
apa yang ada pada diri mereka serta mewaspadai mereka
itu ditahan, maka tidak ada faedahnya lagi namun malah
justru menimbulkan mafsadah yang lebih besar, misalnya
mereka justru membalas tindakan tersebut dengan
mencela Islam, utusan Islam serta imam-imam Islam.
Maka yang demikian ini wajib dihentikan dan dihindari.
Alloh Ta'ala berfirman yang artinya:
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang
mereka sembah selain Alloh,karena mereka nanti akan
memaki Allah dengan melampui batas tanpa
pengetahuan.Demikian kami jadikan setiap umata
menganggap baik pekerjaan mereka.Kemudian kepada
Rabb mereka,mereka akan kembali,lalu Dia memberikan
kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”(Al –
An'am (6) : 108 )
Yang serupa dengan ini adalah bermukim di negeri kufur
sebagai mata-mata baut kaum muslimin, agar ia tahu apa
yanga mereka rencanakan terhadap kaum muslimin
berupa barbagai bentuk tipu daya, sehingga kaum
muslimin dapat berhati-hati dan waspad terhadap mereka,
sebagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wassalam pernah
mengutus Hudzaifah bin Al-Yaman ke kawasan orangorang
musyrik pada waktu perang Khondaq dengan
tujuan agar dapat mengetahui berita mereka.
Kertiga:
Bermukim untuk kepentingan negara Islam dan mengatur
hubungannya dengan negara-negara kafir, seperti para
pegawai kedutaan. Hukumnya adalah sesuai dengan
maksud dan tujuannnya.Atase kebudayaan (pendidikan)
misalnya, bermukim di suatu negara dalam tangka
menjaga dan melindungi para siswa serta menggiring dan
membawa mereka untuk tetap komitmen terhadap agama
Islam, serta terhadap akhlak dan adab Islam. Dengan
demikian, bermukim atase tersebut jelas membawa
kemslahatan yang besar, dan dapat dihindari pula
keburukan yang besar.
Keempat:
Bermukim untuk kepentingan khusus yang mubah
hukumnya, seperti berdagang dan melakukan
pengobatan.Bermukim semacam ini di bolehkan sesuai
dengan keperluan. Para ahli ilmu telah menegaskan
tentang bolehnya masuk ke negeri-negeri kufur dalam
rangka dagang. Para ahli ilmu ini mengambil dasar atsar
dari sebagian sahabat.
Kelima:
Bermukim dalam rangka belajar (sekolah). Ini berarti
termasuk kategori yang sebelumnya (keempat), yaitu
bermukim untuk suatu kepentingan. Namun ini lebih
berbahaya terhadap agama dan akhlak si pemukim.
Seorang siswa tentu akan merasakan kerendahan
martabat atau statusnya dan merasakan ketinggian
martabat guru-gurunya. Ini akan memunculkan pengagungan terhadap mereka serta perasaan puas
terhadap pendapat-pendapat mereka, pemikiranpemikiran
mereka serta perilaku mereka, sehingga
akhirnya ia akan taklid kepada mereka, kecauali orang
yang dikehendaki oleh Alloh untuk bisa selamat, namun
jumlahnya sedikit. Dan juga seorang siswa akan
merasakan juga kepentingan terhadap gurunya, sehingga
hal ini akan melahirkan cinta ksih kepadanya serta
menyanjungnya terhadap apa yang ada pada gurunya itu,
berupa penyimpangan dan kesesatan. Di samping itu,
seorang siswa di tempat ia belajar tentu mempunyai
banyak kawan; dan diantara sekian banyak kawannya itu,
ia tentu punya beberapa teman dekat yang ia cintai dan ia
percayai, serta mengambil keuntungan dari mereka.
Dikarenakan adanya bahaya bermukim dalam rangka
sekolah semacam ini, maka penjagaan terhadap diri harus
lebih optimal melebihi yang sebelumnya. Dan untuk hal
ini, di samping dua syarat pokok di atas yang harus
dipenuhi, ada lagi syarat-syarat tambahan yang harus
dipenuhi pula yaitu :
1. Siswa harus benar-benar mempunyai kematangan akal
pikiran yang dapat membedakan antara yang bermanfaat
dan bermadhorot serta dapat melihat masa depan yang
jauh. Sedangkan pengiriman siswa-siswa yang masih
kecil umurnya dan yang akalnya masih kerdil, maka ia
akan sangat membahayakan agama, akhlak dan perilaku
mereka; disamping juga akan membawa terhadap umat
mereka, di mana mereka tentu akan kembali ke negerinya
dan 'menyemburkan' racun-racun yang telah mereka
teguk dari orang-orang kafir itu, sebagaimana kenyataan yang terjadi. Banyak dari mereka yang dikirim belajar
itu, pulang ke kampung halaman tidak sebagaimana
ketika mereka pergi. Mereka kembali dalam keadaan
menyimpang dari agama, akhlak dan perilaku mereka
sebelumnya. Yang terjadi selanjutnya adalah bahaya
terhadap diri mereka sendiri dan juga terhadap
masyarakatnya, seperti yang dapat kita ketahui dan kita
saksikan. Perumpamaan dari pengiriman mereka itu tidak
lain adalah seperti menyuguhkan biri-biri ke hadapan
serigala.
2. Siswa harus memiliki syariah yang memungkinkannya
untuk dapat membedakan antara yang haw dan yang
batil, serta dapat menyingkirkan kebatilan itu dengan
kebenaran agar ia tidak tertipu oleh kebatilan yang ada
pada diri mereka, sehingga mengira kebatilan tersebut
merupakan kebenaran, atau kebatilan itu menjadi rancu
baginya, atau tidak mampu menolaknya sehingga ia terus
menjadi bingung, atau malah mengikuti kebatilan itu.
Dalam doa ma'tsur diajarkan :
“Ya Alloh, perlihatkan aku bahwa yang benar itu benar,
dan berilah aku kekuatan untuk mengikutinya. Dan
perlihatkanlah aku bahwa yang batil itu batil, dan
berilah aku kekuatan untuk menjauhinya. Jangan Engkau
jadikan kebatilan itu rancu bagiku, sehingga aku bisa
tersesat.”
3. Si siswa harus memiliki agama yang dapat
melindunginya, dan dengan agamanya itu ia dapat
membentengi diri dari kekufuran dan kefasikan. Orang yang lemah agamanya tidak bisa selamat bila bermukim
di sana, kecuali jika Alloh menghendaki. Itu dikarenakan
kuatnya berbagai hantaman kefasikan di sana sangat
kuat, banyak dan beraneka ragam. Dan jika hal ini
menimpa obyek yang lemah pertahanannya, maka sudah
tentu memberikan pengaruh.
4. Ilmu yang dipelajari di sana itu benar-benar
dibutuhkan, di mana mempelajari ilmu tersebut akan
membawa kemaslahatan bagi kaum muslimin, sementara
di negara-negara kaum muslimin tidak terdapat
sekolahan yang setara dengan sekolahan tersebut. Kalau
hanya sekedar ilmu-ilmu tambahan yang tidak
mengandung kemaslahatan bagi kaum muslimin, atau
bila di negeri-negeri islam saja terdapat sekolah yang
setara, maka ia tidak boleh bermukim di negeri-negeri
kafir demi ilmu-ilmu tersebut. Sebab, kebermukiman
tersebut membahayakan agama dan akhlak serta
menghamburkan harta yang cukup banyak tanpa faedah.
Keenam:
Bermukim untuk menetap. Itu lebih berbahaya daripada
sebelumnya, karena akan mengakibatkan terjadinya
berbagai kerusakan disebabkan oleh adanya pergaulan
atau hubungan sosial yang sempurna dengan ahli kufur,
dan ia akan punya perasaan bahwa dirinya adalah salah
seorang warga negara yang komitmen terhadap tuntutan
nasionalisme, berupa kecintaan, perwalian dan
memperbanyak jumlah mayoritas kufar. Keluarganya
akan terdidik di tengah-tengah ahli kufur. Sehingga ia
akan mengambil moral dan adat kebiasaan mereka.
Bahkan boleh jadi ia akan bertaklid kepada mereka
dalam hal akidah (ideologi) dan peribadahan. Oleh
karena itu, diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wassalam bersabda : “Siapa yang mengumpuli orang
musyrik dan tinggal bersamanya, maka ia seperti dia”.
Hadist ini, sekalipun sanadnya dho'if, namun
mengandung pengertian yang dapat diterima oleh akal,
mengingat bahwa hidup atau tinggal berdampingan itu
akan mengakibatkan adanya saling membentuk satu sama
lain. Diriwayatkan dari Qois bin Hazim, dari Jarir bin
'Abdillah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wassalam
bersabda :
“Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di
tengah-tengah komunitas kaum musyrikin”. Para sahabat
kemudian bertanya, “Ya Rosululloh, mengapa demikian?'
Beliau menjawab 'Tidak kelihatan api (neraka)
keduanya!” Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan AtTirmidzi;
kebanyakan rowi meriwayatkan secara mursal
dari Qois bin Hazim dari Nabi shallallahu 'alaihi
wassalam At-Tirmidzi berkata, “Aku telah mendengar
Muhammad (yakni Imam Al-Bukhori) mengatakan
bahwa yang benar, hadits Qois ini adalah mursal”.
Bagaimana mungkin jiwa seorang muslim bisa baik bila
tinggal di negeri-negeri kaum yang di dalamnya
dipublikasikan syiar-syiar kekufuran, dan juga hukum
yang ada didalamnya diperuntukan selain Alloh dan
Rosul-Nya, sedangkan ia menyaksikan hal itu dengan
mata kepalanya sendiri. Menisbatkan dirinya kepada
negeri tersebut, tinggal di dalamnya bersama isri dan anak-anaknya, serta merasa tenang di dalamnya
sebagaimana ketenangannya bila berada di negeri-negeri
kaum muslimin; padahal di negeri kafir tersebut terdapat
bahaya yang besar terhadap dirinya, istrinya dan anakanaknya
berkenaan dengan agama dan akidah mereka.
Ini yang dapat kami sampaikan berkenaan dengan hukum
bermukim di negeri-negeri kafir. Kami memohon kepada
Alloh kiranya yang kami sampaikan ini sesuai dengan
kebenaran.
Landasan Ketiga (3) Mengenal Nabi: Kewajiban hijrah
Reviewed by suqamuslim
on
03.23
Rating:
Tidak ada komentar: